Senin, 15 September 2014

Kematian Yang Disertai Pengharapan

"Selanjutnya, kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan." 
1 Tesalonika 4:13

Semua orang pada dasarnya takut dalam menghadapi kematian. Tentu ada banyak alasan yang membuat seseorang takut dalam menghadapi kematian, misalnya saja karena tahu bahwa setelah kematian ada penghakiman dan kita mendapati bahwa diri kita belum siap dalam menghadapinya. 

Rasul Paulus nampaknya melihat ada keraguan dalam diri jemaat Tesalonika dalam memandang orang-orang yang telah meninggal; itulah sebabnya Rasul Paulus menulis "kami tidak mau ... bahwa kamu tidak mengetahui (harafiah: ragu-ragu) mengenai mereka yang meninggal. Tentu yang Rasul Paulus bicarakan dengan "mereka yang meninggal" adalah orang-orang yang percaya kepada Kristus yang telah meninggal. Rasul Paulus melihat sumber dari keragu-raguan mereka mengenai orang-orang yang meninggal terletak pada ketidakmengertian mereka bahwa ada pengharapan yang dimiliki oleh anak-anak Tuhan baik saat mereka hidup maupun setelah mereka mati.

Ketidaktahuan anak-anak Tuhan mengenai pengharapan yang mereka miliki saat meninggal membuat mereka merespons kematian orang-orang percaya, yang tentunya mereka kasihi, dengan cara yang salah yakni dengan berdukacita seperti orang yang tidak percaya. Kita tentu saja sulit untuk mengetahui bagaimana seseorang yang belum percaya pada waktu itu berduka sehingga Rasul Paulus meminta mereka untuk merespons kedukaan mereka dengan cara yang berbeda. Meskipun demikian, dari apa yang Rasul Paulus ajarkan kita melihat bahwa cara kita dalam memandang dan merespons kematian seharusnya berbeda dengan cara orang yang belum percaya dalam memandang dan merespons kematian.

Saya pernah melihat ada seorang Kristen yang bersaksi di rumah duka dengan berkata bahwa "kita harus bersukacita saat bapak "X" ini meninggalkan kita sebab ia sekarang punya tempat di sorga"; ada juga seorang anggota keluarga yang di kebaktian kedukaan menari-nari karena ia merasa bahwa kematian orang percaya harus direspons dengan sukacita. Apakah respons yang demikian yang dimaksudkan "sikap yang berbeda dalam memandang dan merespons kematian?" Saya yakin bahwa respons yang seperti kita bicarakan di atas adalah tidak tepat atau tidak normal dan dapat menjadi batu sandungan bagi orang lain; Tuhan Yesus sendiri menangis dengan sedihnya saat melihat orang yang dia kasihi begitu berduka dengan kematian sanak mereka yang meninggal dunia (lih. Yoh. 11.33). Jadi, berduka bukanlah hal yang salah, itu normal dan wajar, namun berduka yang tanpa pengharapan itu yang salah.

Saya akan mencoba untuk menjelaskan kedukaan yang disertai harapan dengan sebuah ilustrasi. Apakah yang akan kita rasakan saat seorang yang kita kasihi, misalnya saja suami kita, pergi jauh untuk satu jangka waktu yang lama tetapi hal itu baik untuk dirinya, misalnya saja untuk mengambil studi lanjut? Kita pasti akan merasa sedih dan kehilangan; apalagi saat kita melepas kepergiaannya di bandara, bukankah saat pesawat orang yang kita kasihi terbang rasanya ada sesuatu yang ikut terbang/hilang. Meskipun demikian saat kita memikirkan bahwa kepergiaannya adalah sementara saja, dan kepergiaannya adalah demi kebaikan dan perkembangan dirinya, maka saat kita melepas kepergiaannya, kita melepasnya dengan kerelaan dan harapan. Hal yang sama seharusnya kita miliki saat kita melepas orang yang kita kasihi saat mereka meninggalkan kita; kita tidak akan selamanya berpisah, satu kali nanti kita akan bertemu dan kembali bersatu dalam kasih Kristus.

Apa yang rasul Paulus ajarkan mengingatkan kita bahwa jika kita ingin orang-orang yang kita kasihi ada bersama-sama dengan kita kelak ketika Tuhan datang yang kedua kalinya, kita perlu menolong mereka mengenal jalan kebenaran. Apakah kita tega melihat orang-orang yang kita kasihi berjalan dalam jalan maut karena mereka tidak tahu "jalan kebenaran"?  Akankah kita diam saja saat melihat orang yang kita kasihi melakukan hal-hal yang salah yang membahayakan keselamatan merek? pasti tidak bukan, kita akan peringatkan mereka, namun mengapa saat mereka sedang berada dalam ancaman penghukuman Tuhan yang benar-benar mengerikan, kita diam saja dan tidak memperingatkan mereka? Ayo kita doakan dan beritakan injil kebenaran Allah kepada mereka selama ada kesempatan; ingat bahwa saat kesempatan mereka habis dan mereka dipanggil Tuhan, tidak akan ada kesempatan kedua bagi mereka untuk bertobat. Doakan mereka dan beritakan injil kepada mereka. 

Tidak ada komentar: