BELAJAR DARI MAZMUR 150
1Haleluya! Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya! Pujilah Dia dalam
cakrawala-Nya yang kuat! 2Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya,
pujilah Dia sesuai dengan kebesaran-Nya yang hebat! 3Pujilah Dia
dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi! 4Pujilah
Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan
seruling! 5Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia
dengan ceracap yang berdentang! 6Biarlah segala yang bernafas memuji
TUHAN! Haleluya!
Bila kita hendak mensistematiskan apa yang
Alkitab katakan tentang ibadah atau penyembahan, pastilah kita akan kesulitan
untuk melakukannya. Mengapa? Pertama sebab
jarak kepenulisan Alkitab itu hampir 1600 tahun, selain itu penulisnyapun cukup
banyak dan berasal dari ragam struktur kehidupan. Ada penulisnya yang seorang imam seperti
Ezra, Yesaya, ada juga penulisnya yang seorang Raja seperti Daud, Salomo tetapi
aja juga yang penulisnya seorang gembala seperti Amos. Dalam zangka waktu selama
ini (1600 tahun) pikiran orang atau pikiran suatu bangsa pastilah mengalami
perkembangan. Perkembangan pikiran ini bisa juga disebabkan persoalan atau
pergumulan dalam masalah yang terus berkembang, perkembangan pikiran ini bisa
kontinu tapi bisa juga ngga. Bila perkembangan pikiran itu ‘kontinu,’ kita bisa
membuat sistematika perkembangan pikiran itu, tetapi bila tidak, kita ngga bisa
membuat sistematikanya.
Kedua, sebab apa yang Alkitab tunjukan kepada kita mengenai
ibadah atau penyembahan berbentuk seperti ‘parsel’ yang kecil-kecil. Bila kita
mencoba untuk membuat sebuah sistematika mengenai ibadah menurut Alkitab itu
seperti apa, maka kita harus menggabungkan keterangan-keterangan dari Alkitab
yang seperti parsel-parsel kecil tadi menjadi sebuah gambaran tertentu.
Pertanyaannya adalah mungkinkah kita melakukan hal ini? Membuat sebuah
kesimpulan mengenai apa seh yang Alkitab ajarkan secara keseluruhan mengenai
‘penyembahan’ atau ‘ibadah?’ saya kira ini sulit karena 1) Alkitab menyetakan
keberanannya seperti parsel-parsel kecil bukan sebuah gambaran besar, jadi
kalopun kita melakukannya kita bisa terjebak bukan membangun sebuah gambaran
mengenai Ibadah sebagaimana yang Alkitab tunjukan tetapi membuat sebuah
gambaran besar mengenai ibadah seperti yang kita inginkan 2) karena kita ini
adalah manusia yang sangat terbatas. Bila Alkitab tidak membuatkan bagi kita
sebuah ‘gambaran besar’ atau sistematika mengenai ‘ibadah’ maka kita harus
membatasi diri kita juga untuk tidak melampoi apa yang Alkitab sendiri tidak
jelaskan atau lakukan.
Oleh sebab itulah hari ini, pembahasan kita mengenai
ibadah, bukanlah apa yang Alkitab (secara keseluruhan) ajarkan kepada kita tetapi
yang akan kita pelajari adalah apa yang sebagian kecil Alkitab ajarkan kepada
kita mengenai ‘penyembahan atau ‘ibadah.’ Meskipun yang kita pelajari hari ini
barulah sebagain kecil, barulah salah satu parsel dalam apa yang Alkitab mengajarkan
mengenai Ibadah, tetapi yang sebagian kecil inipun benar sepenuhnya.
Saya pikir sikap yang seperti ini akan menolong
kita untuk rendah hati, tidak gampang menyalahkan ibadahnya orang lain. Ada yang mengatakan
ibadah karismatik itu sesat karena mereka nyanyinya jingkrak-jingkrak, ada juga
yang mengatakan ibadahnya orang protestan ngga ada roh kudusnya sebab ibadahnya
kayak penyem…melempem. Saya kira jemaat Tuhan jangan sampai menjadi orang yang
terlalu gampang dan terlalu cepat menyalahkan sesuatu yang belum kita teliti
benar apa salahnya, dimana salahnya dan berdasarkan apa kita katakan hal
tersebut salah.
Dalam pergumulan saya mencari parsel atau bagian
teks mana yang berbicara mengenai ibadah yang akan saya sampaikan hari ini,
akhirnya saya memutuskan mengambilnya dari Mazmur 150. Mengapa saya mengambil
mazmur ini? Karena saya rasa mazmur ini sangat relevan untuk dibicarakan saat
ini. Saya coba mencari beberapa teks yang lain, Misalnya dalam Ibrani 10 yang
menekankan ibadah yang kita bisa jalani sesungguhnya dibayar dengan malah oleh
Yesus dengan kematiaannya. Bila Yesus ngga mati bagi kita, kita ngga bakal bisa
ibadah.
Berbeda dengan Ibrani 10, Mazmur 150 ini adalah sebuah
nyanyian yang berisikan ajakan kepada orang lain untuk menyembah atau beribadah
kepada Tuhan. Mazmur ini sangat praktis dan relevan untuk kita. Tentu ajakan
dari pemazmur sebenarnya adalah ajakan dari Tuhan sendiri, mengapa sebab Tuhan
berbicara kepada kita melalui penulis-penulis Alkitab ini. Ini berarti apa yang
disampaikan atau diajak oleh pemazmur adalah apa yang ingin disampaikan atau
diajak oleh Tuhan sendiri. Setidaknya dalam mazmur ini, Allah mengajak kita
dalam 3 hal penting, apakah itu?
Pertama,
pemazmur mengajak kita untuk memuji
Tuhan di segala tempat. Pemazmur berkata pujilah
Allah dalam tempat kudusNya dan Pujilah Dia dalam cakrawalaNya yang kuat (ay.
1). Tempat kudus disini tentu menujuk
pada rumah Tuhan… jadi pemazmur mengajak pembacanya untuk memuji Tuhan didalam
rumah Tuhan. Ini berarti Allah ingin sewaktu kita berada dalam Rumah Allah,
kita harus memuji Dia. Rumah Allah yang dimaksudkan penulis Mazmur ini tentu
adalah bait Allah, kalo dalam konteks masa kita ‘rumah Allah’ yang dimaksudkan
tentu sejajar dengan gereja. Ini berarti Allah ingin sewaktu kita dalam gereja,
kita boleh memuji Dia.
Sewaktu mendengar hal ini, mungkin kita yang ada
disini bilang… oh, saya sering memuji Tuhan di gereja? Eh…tunggu dulu…digereja
yang cuap-cuap banyak? Kalo yang memuji Tuhan sungguh-sungguh dikit amat… Kalo
kita digereja…jujur aja seberapa sering seh…kita memuji Tuhan dengan segenap
kesungguhan…sering kali kan …kita
memuji Tuhan dengan pikiran yang kosong…ngga konsentrasi Makanya mulai hari ini
ketika dalam ibadah…jangan lagi memuji Tuhan asal-asalan…asal bunyi….asal
kedenger…asal kelihatan dst…
Selain ditempat kudus pemazmur mengajak kita
memuji Tuhan juga dalam cakrawalanya yang kudus. Disini pemazmur seola-olah sedang
berada diatas gunung menyaksikan langit dan bumi yang terpisahkan oleh
cakrawala… Sewaktu ia diatas gunung yang tinggi….iapun menyaksikan kemuliaan
Tuhan dan responnya adalah memuji Tuhan…
Dari sini kita menemukan bahwa Allah
mengkehendaki supaya pujian kepada Tuhan seharusnya tidak hanya ketika kita ada
digereja saja tetapi ketika kita ada dirumah…disekolah…ditempat kerja…dimana
saja. Ini berarti Allah mengkehendaki
kita memuji Dia di segala tempat. Hal ini tentu tidak berarti kita mesti selalu
nyanyi-nyanyi… sebab pujian tidak selalu diekspresikan dalam bentuk nyanyian, bisa
juga disampaikan dalam bentuk ungkaan kalimat-kalimat pendek seperti syukur Tuhan…masih bisa makan… terima kasih Tuhan…dst.
Ajakan pemazmur, supaya kita memuji Tuhan dimana
saja, relevan sekali bagi kita dan menegur kita, mengapa? Sebab salah satu
penyakit kita sebagai orang Kristen adalah kita sering hidup dalam (maaf)
kemunafikan… kita cuma berlaga memuji Tuhan sewaktu di gereja saja, bukan? tetapi
sewaktu di rumah kita seperti pemuja setan. Waktu di gereja kita bernyanyi
kukasihi kau dengan kasih Tuhan….waktu di rumah kita bernyanyi kukasihi kau
dengan palu godam… Jangan ya…kita ngga boleh hidup kaya begitu…ngga jadi saksi
end nipu diri sendiri… tapi bukan artinya kalo udah jelek ya tunjukin aja
jeleknya…tapi bertobat dan perbaiki hidup kita.
Jadi dalam sebuah ibadah Allah mengkehendaki
puji-pujian tetapi puji-pujian yang bukan hanya dinyanyikan di gereja tetapi
dimana saja, sebab ibadah itu bukan hanya di gereja tetapi keseharian kitapun
adalah ibadah. Makanya, kalo kita adalah orang yang sewaktu di gereja hare-hare
maka mulai sekarang berhenti hare-here. Mulai dengan sewaktu beribadah naikan
pujian kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh. Buat kita yang sudah menikan pujian
sungguh-sungguh di gereja, jangan berhenti di sini, jadilah pemuji-pemuji Tuhan
juga dirumah, disekolah, dikuliah, dimana saja kita berada.
Kedua, Pemazmur mengajar dan mengajak kita untuk memuji
Tuhan dengan mengingat segala karya dan kebesaran-Nya. Dalam ay. 2 dikatakan Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya, pujilah Dia sesuai
dengan kebesaran-Nya yang hebat. Kata
kunci dalam ayat ini ada pada istilah karena.
Sewaktu kita memuji Tuhan, kita harus memiliki alasannya. Apa alasan kita
memuji Tuhan? Tentu saja karena kita merasakan segala kebaikan Tuhan dalam
hidup kita. Bila kita pikirkan sebenarnya ada banyak alasan yang bisa membuat
kita memuji Tuhan.
Masalahnya adalah kadang kita terlalu egois, kita
sangat sulit mengingat dan memuji segala kebaikan Tuhan bagi kita. Kita basanya
selalu mengingat kebaikan kita sendiri, tapi kalo kebaikan orang lain bahkan
Tuhan sekalipun gampang kita lupakan. Coba uji aja diri kita, dalam 5 menit dari
jam doa kita, berapa banyak yang kita pake buat memuji dan bersyukur ama Tuhan?
Yang paling banyak adalah permintaan. Kalo kita mau memuji Tuhan dalam doa, kita
sering nmerasa kehabisan bahan, beda banget dengan mengajukan permintaan, kalo
perlu dua jam-pun ngga cukup. Terus perhatikan juga dalam puji-pujian yang kita
naikan kepada Tuhan, sebenarnya yang dipuji itu Tuhan apa kita? dalam
puji-pujian yang kita naikan proporsi mana yang banyak Tuhan atau kita? lihat
lagu-lagu… Bapa…ku sembah Kau… bapa ku
persembahkan tubuhku… bapa kurindu…bila dalam pujian yang kita nyanyikan
adalah aku…aku…aku sebenarnya siapa yang dipuji? Tuhan atau aku? Tentu hal ini
tidak berarti komitment dalam pujian itu salah tetapi proporsinya harus tepat.
Dari sini kita diajak untuk selalu menghayati
karya dan kebaikan Tuhan yang kita alami. Penghayatan akan kebaikan dan
kemurahan Tuhan inilah yang menjadi isi dari puji-pujian kita kepada Tuhan.
Kita harus berhati-hati supaya kita jangan seperti 9 orang yang sakit kusta
yang setelah dsembuhkan mereka segera lupa kepada yang menyembuhkan mereka.
Sebuah pepatah mengatakan hutang uang bisa dibayar tapi hutang budi dibawa
mati. Sebenarnya kepada Tuhan kita punya hutang budi yang begitu mendalam, yang
ngga terbayarkan jadi seharusnya bahkan sampai mati kita selalu mengingat
kebaikan Tuhan dalam hidup kita.
Mulai hari ini belajarlah selalu mengucap syukur
buat perkara yang kita anggap biasa maupun luar biasa. Buat udara yang bisa
masuk dan keluar… he…he… Buat kesehatan yang masih bisa kita nikmati…coba aja
biar kaya tapi ngga sehat, untuk apa? Buat anak-anak yang lucu…suami yang
imut…istri yang lembut…jangan cuma yang buruk-buruknya aja diinget…yang beknya
juga dong…. Terlebih bersyukurlah selalu buat keselamatan yang diberikannya ama
kita. Bersyukur buat pemeliharaannnya buat kita… Bersyukur biar cuma ada tempe dan tahu
plus…jengkol…kita masih bisa makan…dst… jemaat sekalian mesti ingat, tidak ada
alasan kita tidak bisa memuji Tuhan sebab setiap kita pastilah merasakan
kebaikan Tuhan.
Ketiga Pemazmur mengajak kita memuji Tuhan dengan segala
yang ada. Pemazmur menyuruh kita memuji Tuhan dengan gambus, kecapi, seruling,
ceracap dst… lih ay. 3 pujilah Dia dengan
tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus(ini adalah sebuah alat musik
petik) dan kecapi Pujilah Dia dengan
rebana dan tari-tarian, Pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling,
Pujilah Dia dengan ceracap (seperti 2 simbal yang diaduin) yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap
yang berdentang.
Apa yang pemazmur tunjukan bisa mempunyai dua
arti: pertama Kita harus memuji Tuhan
dengan semua yang ada…memuji Tuhan dengan segala kemegahan… untuk memuliakan
Tuhan. Kedua Kita bisa memuji Tuhan
dengan apa saja yang ada ada kita. Kalo kita ada seruling, pakailah seruling
untuk memuji Tuhan, bila tidak ada seruling tapi yang ada rebana, pakailah
rebana untuk memuji Tuhan, bila tidak ada rebana yang ada gitar, gitar pun bisa
dipakai untuk memuji Tuhan saja bisa, bahkan bila semua alat musik tidak ada,
kita bisa memakai tangan kita untuk memuji Tuhan.
Orang sering bilang, pujian baru bisa naik
kehadirat Tuhan kalo diiringi pake musik band. Ini salah banget…dizaman John
Wesley…konon tepuk tangan dipakai buat memuji Tuhan. Tepuk tangan dipakai
sebagai sarana menyamakan suara dan ritme…walaupun cuma pake tepuk tangan
tetapi kebangunan rohani bisa terjadi ko…Di China…kalo kita perhatikan Film
“darah dan air mata” disana mereka cuma bisa nyanyi dengan gaya ikan koki,
tepuk tangan tampa bunyi….tapi iman mereka tetep bisa tumbuh…dan kebangunan
rohani terjadi disana…
Masalahnya apa? Pujian yang sejati itu keluar
dari hati… seorang yang sungguh-sungguh memuji Tuhan biar suaranya ngga
kedengar tapi hatinya berbunyi nyaring… Percuma kita memuji Tuhan pake orkestra
kalo hatinya ngga siap memuji Tuhan…Setiap kali kita muji Tuhan…hati yang
paling penting….adakah kerinduan dalam hati kita buat ketemu Tuhan…memuji nama
Tuhan…kalo ngga biar pemaen musik maen musik sampe keluar darah tetep aja
garing…
Jadi ibadah jadi hidup ataupun ngga bukan
bergantung pada alat musiknya, bukan juga bergantung pada team tamborinya,
tetapi pada Tuhan yang hadir dalam ibadah itu dan pada kesadaran setiap orang
yang beribadah akan kehadiran Tuhan. Tentu ini tidak berarti kita ngga perlu
pake alat musik, tentu itu hal yang penting hanya saja bukan itu yang terutama.
Akhirnya Pemazmur mengatakan biarlah semua yang
bernafas memuji Tuhan…Biarlah selama kita masih punya nafas…selama kita masih
hidup pujilah Tuhan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar