"Tentang kasih persaudaraan tidak perlu dituliskan kepadamu, karena kamu sendiri telah belajar kasih mengasihi dari Allah." (1 Tesalonika 4:8)
Paulus menyebut mengenai "kasih persaudaraan," istilah ini berasal dari terminologi Yunani "filadelfias" yang merupakan sebuah idiom bahasa Yunani yang digunakan untuk membicarakan hubungan kasih yang terjalin dalam anggota keluarga misalnya saja hubungan kasih sayang antara seorang kakak dengan adiknya atau orang tua dengan anaknya. Itulah sebabnya penggunaan istilah tersebut yang diterapkan kepada jemaat Tesalonika mengindikasikan bahwa jemaat Tesalonika telah berhasil dalam menciptakan kondisi yang intim dan erat diantara jemaat Tuhan sehingga hubungan diantara jemaat bukanlah sekedar sebuah hubungan yang sifatnya "basa-basi," namun sebuah hubungan yang sudah seperti keluarga sendiri. Jika kita memperhatikan kehidupan dari jemaat mula-mula, kita menemukan bahwa salah satu karakter yang unik dari kehidupan jemaat yang menjadi daya tarik bagi "dunia" adalah hubungan diantara sesama umat Tuhan yang sedah seperti keluarga sendiri; hal ini juga sebenarnya merupakan ketaatan dari jemaat terhadap ajaran Yesus bahwa keluarga bagi pengikut Yesus bukanlah sekedar orang-orang yang memiliki "hubungan dasar" dengan kita, tetapi keluarga adalah orang-orang yang menjadi sauudara serta saudari kita dalam Tuhan (sesama umat Tuhan).
Bagaimanakah hubungan atau relasi kita sebagai orang-orang Kristen di zaman sekarang? Tentu kita tidak dapat mengeneralisir hubungan antara orang Kristen masa kini, namun kita masih sering melihat bahwa hubungan antar orang percaya seringkali hanya pada level "basa-basi." Kita bertemu dengan seseorang hanya untuk berbicara hal-hal yang umum saja dan kita tidak bisa membicarakan hal-hal lain lebih dari itu sebab kita tidak memiliki relasi yang jauh lebih dalam dari sekedar "pertemanan umum." Di sisi yang lainnya, kita malah bisa juga melihat hal yang lebih buruk dimana sebagian orang Kristen menjalani relasi yang rusak dalam gereja; hubungan yang terjalin dalam jemaat bukanlah "kasih persaudaraan," namun permusuhan yang membuat satu dengan yang lain saling melukai dan menjatuhkan. Hubungan yang seperti ini bukan saja membuat jemaat yang punya hubungan yang rusak kehilangan damai sejahtera, namun juga mempengaruhi suasana dari jemaat dimana orang-orang tersebut hadir. Itulah sebabnya ada dua hal yang perlu kita lakukan yakni (i) jika kita punya relasi yang rusak dengan seseorang, kita harus menyelesaikannya sebab hal tersebut bukan hanya merusak diri kita, tetapi juga merusak jemaat Tuhan; (ii) kita bukan hanya harus menjaga relasi kita dalam jemaat, kita bahkan harus meningkatkan relasi dalam jemaat sampai kita merasakan bahwa jemaat itu sudah seperti keluarga kita sendiri; inilah panggilan dari gereja yang secara manusiawi mungkin sulit untuk dilakukan, namun pada kenyataannya gereja mula-mula mampu melakukannya.
Paulus menuliskan bahwa ia tidak perlu lagi membicarakan mengenai "kasih persaudaraan" sebab jemaat telah belajar saling mengasihi dari Allah." Dalam bahasa aslinya (bahasa Yunani) Paulus menggunakan istilah "theodidaktoi" untuk membicarakan pengalaman jemaat Tesalonika bagaimana mereka telah diajari oleh Tuhan untuk saling mengasihi. Istilah "theodidaktoi" yang berarti "orang-orang yang diajari oleh Allah," kemungkinan besar adalah istilah PL yang digunakan dalam Yesaya 54:13 yang merupakan nubutan PL mengenai datangnya satu era yang disebut sebagai "era Perjanjian Baru" dimana umat Tuhan akan menjadi orang-orang yang diajari oleh Tuhan sendiri sehingga mereka akan menjadi orang-orang yang mampu mentaati Tuhan dalam perjanlanan hidup mereka dalam Tuhan. Paulus nampaknya meyakini bahwa kedatangan Kristen telah membukakan apa yang dinubuatkan dalam PL tersebut; kedaangan Kristus telah membuka zaman Perjanjian Baru tersebut sehingga umat-umat Tuhan bukanlah orang-orang yang hidup sebagai "orang-orang yang kalah dalam dosa" namun sebagai orang-orang yang "berkemenangan." Salah satu bukti yang Paulus lihat dari penggenapan janji Allah tersebut ada dalam kehidupan jemaat Tesalonika yang penuh kasih; kehidupaan mereka menjadi bukti nyata bahwa Allah-lah yang mengajari jemaat tersebut sehingga jemaat tersebut kemudian bertumbuh menjadi jemaat yang membanggakan.
Dari apa yang Rasul Paulus tuliskan, kita melihat adanya sebuah pengharapan bahwa semua orang yang ada dalam Kristus pada dasarnya mampu berubah dan akan berubah sebab Allah sendirilah yang bekerja dalam setia anak-anak-Nya dalam mengerjakan pembaharuan hidup mereka. Allah tidak mungkin gagal, itulah sebabnya kita pasti bisa berubah menjadi lebih baik dan pasti akan berubah menjadi lebih baik; hanya saja proses perubahan itu tidaklah terjadi secara bersamaan diantara setiap orang percaya; setiap kita bahkan mengalami proses yang unik dimana pengalaman kita dengan Tuhan berbeda satu dengan yang lainnya. Jadi relaitas bahwa ada orang Kristen tertentu yang hidup masih tidak baik hanya menunjukkan dua hal yakni (i) orang tersebut mungkin belum ada dalam Tuhan; (ii) orang tersebut bukannya "tidak berubah," namun "belum" berubah, artinya ia nanti akan berubah hanya saja waktunya belum tiba; masih ada proses yang harus dilewati orang tersebut dalam menjadi masa pembaharuan hidupnya. Tugas kita adalah dengan setia, sabar dan penuh ucapan syukur menjadi proses pembaharuan hidup yang setiap kita akan jalani; selain itu kita perlu juga mendoakan orang lain, mengingatkan sesama kita akan pengharapan yang kita miliki dalam Tuhan supaya saat ia lemah oleh karena kejatuhannya dalam dosa, ia dapat dikuatkan dan dibangunkan kembali bersama-sama dengan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar