Minggu, 20 April 2014

Kematian Kristus dan Karya Penebusan Kristus


         
Jika anda mendengar istilah hukum Taurat hal apakah yang ada dibenak anda? Sebagian orang barangkali langsung terpikir mengenai PL, hukum Taurat itu sama dengan kitab PL. Sebagian orang yang lain lagi barangkali langsung terpikir mengenai “sikap hidup atau pola hidup yang legalis” maksudnya sikap hidup atau pola hidup yang dipenuhi berbagai aturan, mirip dengan orang-orang Farisi. Mungkin juga sebagian diantara kita mengakitkan hukum Taurat dengan bangsa Israel, hukum Taurat itu adalah kitab sucinya orang Yahudi.
Satu kali dalam sebuah kelas teologi di salah satu seminari yang saya ajar, saya pernah menanyakan pertanyaan yang sama, apakah hukum Taurat itu? Hampir seluruh mahasiswa saya mengatakan bahwa “hukum taurat” itu adalah hukum-hukum yang diberikan Musa untuk orang Israel dan bukan untuk kita orang Kristen. Saya kira pemikiran tersebut banyak dimiliki oleh orang-orang Kristen lainnya. Jawaban yang diberikan dalam kelas saya adalah sample yang memperlihatkan demikianlah kebanyakan orang Kristen memandang hukum Taurat. Lalu saya bertanya juga kepada peserta kelas saya mengapa mereka berkata bahwa hukum Taurat pada umumnya hanya berlaku untuk orang Israel dan bukan untuk orang Kristen? Lalu mereka menjawab, alasannya adalah sebab Alkitab sendiri menolak hukum Taurat. Lalu saya berkata lagi kepada mereka, tahu dari mana bahwa Alkitab menolak hukum Taurat? salah satu ayat yang sering digunakan adalah Galatia 2:16. Mari kita membaca bagian ini.

Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: "tidak ada seorangpun yang dibenarkan" oleh karena melakukan hukum Taurat.

Pertanyaannya adalah benarkah ayat-ayat ini menyatakan bahwa hukum Taurat tidak berlaku lagi? Sewaktu kita membaca Galatia 2:16, ada dua kesalahan yang harus dihindari dalam membaca teks ini. Kesalahan pertama adalah mengartikan istilah “hukum Taurat” dalam Galatia 2:16 tadi sebagai hukum-hukum yang ada dalam PL baik yang diberikan oleh Musa ataupun para nabi yang lain.
istilah yang digunakan oleh LAI untuk menerjemahkan “hukum Taurat” dalam Galatia 2:16 adalah “ergoun nomon.” Istilah ini seharusnya diterjemahkan sebagai “pekerjaan-pekerjaan hukum.” Istilah ini digunakan Paulus dalam pengertian yang sangat khusus. Istilah ini tidak berarti hukum Taurat secara umum. Jika Paulus ingin berbicara mengenai “hukum Taurat” secara umum ia biasanya menggunakan istilah “nomos.” Dalam surat Paulus sendiri istilah “pekerjaan-pekerjaan” hukum selalu digunakan dalam arti negatif.
Dilihat dari konteks surat Galatia, istiah “ergoun nomon” atau “pekerjaan-pekerjaan hukum” digunakan Paulus, dipakai untuk membicarakan mengenai hukum-hukum tertentu yang digunakan oleh orang Yahudi sebagai ciri atau tanda lahiriah mereka sebagai umat Tuhan. Orang-orang Yahudi percaya bahwa ciri atau tanda umat Tuhan yang sejati adalah sunat. Itulah sebabnya semua orang Yahudi pasti disunatkan. Jika ada orang Yahudi yang tidak disunatkan, ia sama saja dengan orang yang mengambil keputusan untuk keluar dari ikatan perjanjian dengan Tuhan, dan orang tersebut pasti dikeluarkan dari komunitas umat Tuhan.
Konsep sunat yang seperti ini, juga digunakan oleh orang-orang Yahudi untuk menjadikan sunat sebagai syarat bagi siapa saja orang bukan Yahudi yang mau jadi umat Allah. Persoalannya adalah pemahaman yang seperti ini digunakan oleh orang-orang Kristen Yahudi terhadap orang Kristen bukan Yahudi. Mereka, orang-orang Kristen Yahudi, memandang selama orang Kristen bukan Yahudi belum disunatkan, walaupun mereka sudah percaya kepada Yesus, namun mereka tetap bukanlah umat Allah.
Tuntutan inilah yang Paulus sebut sebagai “ergoun nomon” atau pekerjaan-pekerjaan hukum. Tuntutan seperti inilah yang Paulus tentang habis, yang Paulus kritik dengan keras dan tegas. ‘Tidak ada seorang pun yang dibenarkan dihadapan Tuhan karena dia melakukan “ergoun nomon,” atau pekerjaan-pekerjaan hukum atau aturan sunat. Jika seseorang tidak pernah dibenarkan oleh Tuhan karena disunatkan, lantas, dengan apa kita dibenarkan? maka Paulus mengatakan dengan “pisteous krisitou.” Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan istilah “pisteous krisitou” hanya sebagai “iman kepada Yesus.”
Kesalahan yang kedua yang harus kita hindari saat membaca Galatia 2:16 justru disini, kita tidak boleh hanya mengartikan istilah “pisteous krisitou”  hanya sebagai “iman kepada Kristus,” sebab istilah tersebut juga dapat diartikan sebagai “iman Kristus” atau kesetiaan Kristus.” Rasul Paulus sepertinya sengaja menggunakan sebuah istilah yang dapat memiliki makna ganda.
Satu sisi benar sekali bahwa iman seseorang kepada Kristuslah yang membuat seseorang dibenarkan. Saat seseorang percaya kepada Yesus, maka orang tersebut dipersatukan dengan Kristus. Saat seseorang dipersatukan dengan Kristus, maka apa yang menjadi milik Kristus diberikan kepada kita dan apa yang menjadi milik kita diberikan kepada Kristus.
Kristus memiliki kebenaran, itulah sebabnya saat kita percaya kepada Yesus kebenaran Kristus diberikan kepada kita. Lalu apa yang kita miliki? yang kita miliki adalah dosa, maka saat kita percaya kepada Yesus, dosa tersebut diberikan kepada Kristus dan Kristus membereskannya bagi kita. Kebenaran Kristus yang diberikan kepada kita itulah yang membuat Tuhan melihat kita sebagai orang benar. Semua pengalaman itu, bagaimana kita dibenarkan oleh Tuhan memang berawal dari satu titik yakni saat kita percaya kepada Yesus. Meskipun demikian, maksud Paulus tidak hanya sebatas itu. Ia ingin kita juga tahu, bahwa yang membuat kita dibenarkan dihadapan Tuhan, yang membuat kita walaupun secara lahiriah bukan keturunan Abraham namun sekarang memiliki status umat Tuhan, adalah karena kesetiaan Kristus, karena iman Kristus, karena karya Kristus, karena ketaatan Kristus kepada panggilannya.
Panggilan Kristus yang mana yang membuat kita kemudian dapat dibenarkan oleh Tuhan? jawabannya adalah dalam Galatia 1:3-4. Paulus menegaskan bahwa Yesus menyerahkan dirinya karena dosa-dosa kita. Istilah “menyerahkan diri” menunjuk pada karya kematian Yesus. Kisah mengenai kematian Yesus dibicarakan oleh kitab-kitab Injil, mulai dari Yesus ditangkap, diadili di mahkamah Agama, diserahkan kepada Pilatus, kemudian disalibkan.
Banyak orang berkata bahwa kematian Yesus adalah karena korban politik. Yesus mati karena para imam dan orang-orang Farisi bersekolongkol untuk membunuh Yesus. Yesus perlu dibunuh sebab kehadirannya dapat membahayakan seluruh bangsa. Jika kaisar Roma mendengar bahwa di tahah Yudea ada seorang yang mengaku dirinya Raja dan dia didukung oleh banyak orang Yahudi, maka seluruh orang Yahudi akan diserang oleh prajurit Roma, dari pada hal itu terjadi, lebih baik Yesus dikorbankan. Namun apakah hal ini benar? benarkan bahwa Yesus mati sebagai korban politik? Alkitab melihat tidak demikian. Yesus mati karena dosa-dosa manusia.
Yesus mati bukan karena ia layak untuk mati. Penjahat yang disalibkan disamping Kristus saja tahu bahwa Yesus sebenarnya tidak layak mati. Yesus mati bukan karena ia melakukan sebuah kejahatan serius yang membuatnya layak untuk dihukum mati. Yesus mati untuk menanggung penghukuman dosa kita dan melepaskan kita dari perbudakan dosa. Supaya manusia dapat dibenarkan Tuhan, maka persoalan dosa manusia harus dibereskan. Itulah sebabnya Yesus mati diatas kayu salib, disana ia harus mati untuk menanggung menghukuman dosa kita. Namun Kristus bukan hanya mati untuk selesaikan penghukuman dosa manusia, ia juga mati untuk melepaskan manusia dari perbudakan dosa.
Kebenaran inilah yang membuat Paulus menegaskan bahwa tujuan Yesus menyerahkan diri-Nya adalah untuk melepaskan kita dari dunia yang jahat sekarang ini. Jika Alkitab berkata bahwa “Yesus mati untuk melepaskan kita dari dunia yang jahat ini.” Itu berarti sebelumnya kita adalah orang-orang yang terikat dengan dunia yang jahat ini.
Jika kita membaca tulisan Paulus kepada jemaat Roma, disana Paulus menegaskan bahwa setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba-hamba dosa. Dosa itu mengikat manusia, membuat manusia tidak mampu hidup bagi Tuhan. Keadaan inilah yang disebut oleh Luther sebagai “the Bondage of will” atau kehendak yang terbelenggu. Walaupun manusia tahu yang baik, namun ia tidak mampu melakukannya, walaupun manusia tahu kehendak Tuhan, namun mereka tidak mampu untuk memenuhinya, mengapa demikian? sebab manusia dalam keberdosaannya diperbudak dosa. Perbudakan dosa inilah yang Paulus maksudkan dengan istilah dunia yang jahat yang sekarang ini. Dan Yesus mati, kata Alkitab, untuk melepaskan kita dari ikatan tersebut, dari perbudakan dunia yang jahat ini, dari perbudakan dosa.
Jika kita membaca berbagai catatan Alkitab tentang tujuan kedatangan Yesus, kita akan menemukan sebuah pemahaman yang sama dengan apa yang Paulus jelaskan bahwa tujuan Dia datang kedalam dunia adalah untuk melepaskan manusia dari dosa. Dalam injil Matius dicatat bahwa saat Malaikat menjumpai Yusuf, ia memberitahukan bahwa anak dalam kandungan maria adalah dari Roh Kudus, dan kelak saat anak itu lahir, maka anak itu harus diberi nama Yesus sebab Ialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.
Sebelum Yesus disalibkan, ia makan perjamuan terakhir. Dalam perjamuan tersebut, Yesus berkata: Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu. Dalam PL ada nubuatan mengenai satu era yang disebut Perjanjian Baru, era ini adalah era dimana manusia akan diubahkan Tuhan. Di era ini Tuhan akan memberikan Roh-Nya kepada manusia, maka umat Tuhan akan menjadi bangsa yang berkemenangan. Yesus berkata, melalui darah-Nyalah, melalui kematian-Nyalah apa yang dijanjikan mengenai era Perjanjian Baru tergenapi. Melalui darahnya, melalui kematian-Nya, era perbudakan dosa akan berakhir. Jadi, Yesus disalibkan di Golgota, Yesus menanggung penderitaan yang luar biasa, Yesus mati dengan cara yang mengerikan bahkan keji, semuanya itu dilakukan Kristus dengan satu tujuan, yakni menebus manusia dari perbudakan dosa.
Kesetiaan Yesus untuk mati diatas kayu salib inilah, Kesetiaan Kristus untuk mati dalam rangka menebus manusia dari perbudakan dosa inilah, yang Paulus katakan/sebut sebagai “iman Kristus,” yang menjadi dasar utama dari pembenaran kita. Jadi ingat, kita dibenarkan Tuhan bukan sekedar karena kita beriman kepada Yesus, kita dibenarkan Tuhan terutama karena Tuhan telah mati bagi kita. Yesus telah menanggung hukuman dosa kita dan menebus kita dari perbudakan dosa, hal inilah yang membuat kita menjadi orang-orang yang dibenarkan, menjadi orang-orang yang dinilai benar, menjadi orang-orang yang disebut sebagai umat-umat Allah. Iman kepada Yesus adalah penting, namun iman kepada Yesus tidak akan mempunyai nilai apapun juga jikalau Yesus tidak mengerjakan karya-Nya di atas Golgota.
Kita sering diajari untuk menjadi orang-orang Kristen yang berubah dan berbuah. Apa yang diajarkan tersebut adalah benar, sepenuhnya adalah benar. Alkitab memang menuntut setiap anak-anak Tuhan untuk berubah dan berbuah. Namun, hari ini kita belajar, ada aspek lain yang penting untuk kita pegang, apakah itu? aspek karya Kristus. Karya Kristuslah sesungguhnya yang menyelamatkan kita. Karya Kristuslah yang sesungguhnya membuat kita diterima sebagai anak-anak Tuhan. Karya Kristus jugalah yang sesungguhnya mampu membuat kita berubah dan berbuah.
Jika tugas untuk menghasilkan hidup yang berubah dan berbuah semata-mata bergantung pada usaha kita sendiri, pasti ada banyak orang Kristen yang tidak berubah dan berbuah. Mengapa demikian? sebab seperti yang dikatakan oleh Martin Luther, simul iustus et peccator, orang percaya itu dilihat dimata Allah sudah orang benar, namun didalamnya sendiri kita masihlah orang berdosa. Artinya apa? artinya walaupun kita adalah orang-orang yang sudah dibenarkan Tuhan, dalam dalam diri dan hidup kita tetap ada pergulatan dalam melawan dosa. Itulah sebabnya, jika panggilan untuk berubah dan berbuah itu semata-mata bergantung pada usaha kita sendiri, maka banyak diantara kita akan gagal, tidak akan pernah berubah dan berbuah.
Namun, jika panggilan untuk berubah dan berbuah itu adalah akibat atau sebuah danpak dari karya Kristus yang telah menyelesaikan persoalan dosa kita sekaligus melepaskan kita dari perbudakan dosa, maka tidak ada seorang pun yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus, yang sungguh-sungguh telah diselamatkan Kristus yang hidupnya tidak berubah dan berbuah. Mengapa demikian? sebab yang membuat orang tersebut berubah dan berbuah adalah Tuhan.
Itulah sebabnya jemaat sekalian, kepada jemaat Korintus Paulus berkata dalam 1 Korintus 1:2: “kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita.” Perhatikan perkataan Paulus kepada jemaat Korintus, “engkau adalah orang-orang yang dikuduskan dalam Kristus Yesus” tetapi “engkau juga adalah orang yang dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus,” artinya dipanggil menjadi orang-orang yang hidup dalam kekudusan.
Tahukah anda jemaat Korintus itu jemaat yang seperti apa? mereka adalah jemaat yang tidak dewasa, mereka juga adalah jemaat yang masih hidup dalam pola dan kebiasaan duniawi. Namun apa yang Tuhan katakan kepada mereka, “engkau adalah orang yang dikuduskan,” artinya apa? mereka adalah orang-orang yang menerima karya Kristus yang menguduskan mereka, itulah sebabnya mereka harus berjuang untuk menjadi orang kudus.
Jika Kekristenan hanya menekankan aspek pentingnya perubahan hidup saja maka kekristenan tidak beda dengan agama lain. Yang membedakan kekristenan dengan agama lain adalah sentralitas Kristus dalam hidup kita yang menjadi sumber dari perubahan hidup kita. Jika agama-agama dalam dunia ini percaya bahwa mereka dapat berubah menjadi baik dengan usaha dan perbuatannya sendiri, kita tidak percaya bahwa manusia dapat berubah dari dirinya sendiri. Mengapa demikian? karena dosa manusia itu membuat manusia menjadi busuk sampai ketitik terdalam hidup kita.
Kekristenan percaya hanya Yesus yang dapat mengubahkan hidup kita, hanya Yesus yang benar-benar mampu untuk membuat kita berubah dan berbuah. Tanpa karya Kristus, kita pasti gagal untuk hidup dalam kekudusan, namun karena ada karya Kristus, maka kita pasti akan berubah dan berbuah, sebab tidak ada seorang pun yang betul-betul percaya Yesus yang hidupnya tidak berubah dan berbuah.
Apakah anda sudah berubah dan berbuah? Jika sampai hari ini ada belum juga berubah dan berbuah, mungkin ada tidak benar-benar percaya Yesus, anda bukan orang Kristen sejati. Mengapa ada orang yang walaupun dilahirkan dari keluarga Kristen, namun ia belum tentu seorang Kristen sejati? Jawabannya adalah sebab tidak semua orang yang berkata saya percaya kepada Yesus adalah orang yang benar-benar percaya Yesus.
Doctor R. C. Sproul mengatakan iman yang menyelamatkan itu melibatkan tiga aspek, yaitu (i) noticia, yaitu informasi yang benar mengenai apa yang kita yakini; (ii)  Assensus, yaitu pengertian yang benar dari apa yang kita imani; (iii) fiducia, kepercayaan dan kebergantungan pada yang kita yakini dan pahami dengan benar. Jadi, untuk memiliki iman yang benar kepada Kristus, manusia perlu informasi-informasi yang benar tentang Kristus; dan untuk memiliki iman yang benar, manusia juga perlu untuk memahaminya dengan benar, baru kita dapat mempercayainya dengan benar.
Persoalannya adalah dapatkah iman yang benar itu muncul jika seseorang Kristen tidak mengetahui informasi-informasi yang benar tentang apa yang harus diimani dan diyakininya? tidak mungkin bukan; seandainya orang-orang Kristen mempunyai data dan informasi yang benar tentang apa yang harus diimaninya, namun jika dia tidak memahaminya dengan benar, dapatkan ia kemudian beriman dengan cara benar? Tidak mungkin bukan.
Jadi, untuk menjadi orang yang benar-benar percaya Kristus, kita harus mengenal kebenaran-kebenaran Tuhan. Namun, mengenal kebenaran Tuhan saja tidak cukup, kita harus mempercayakan hidup kita kepada kebenaran-kebenaran Tuhan itu, itu baru namanya beriman. Jadi, adakah orang yang benar-benar dapat beriman, tanpa mengenal kebenaran? tidak mungkin, itulah sebabnya jangan menolak ajakan untuk mempelajari kebenaran.


Tidak ada komentar: