Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu? Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? Galatia 3:1-2
Paulus marah dengan jemaat yang mengikuti ajaran dan tuntutan dari beberapa pengajar Yahudi yang menuntut mereka untuk diyahudikan. Paulus mengekspresikan rasa kecewanya dengan mengingatkan mereka bahwa mereka telah berlaku bodoh karena mempercayai apa yang diajarkan oleh para guru tersebut. Istilah "mempesona" yang Paulus gunakan mengindikasikan bahwa para pengajar sesat tersebut mengajar jemaat Galatia dengan sangat menarik sehingga jemaat tanpa sadar terbujuk untuk mengikuti pengajaran tersebut. Paulus juga mengingatkan mereka bahwa inti dari berita injil yang sudah dijelaskan dengan terang kepada mereka bahwa mereka menjadi umat Allah karena iman mereka kepada Kristus; itulah sebabnya walaupun mereka tidak menjadi orang Yahudi, namun mereka tetap diberikan roh Kudus sebagai bukti bahwa iman kepada Kristus cukup bagi mereka.
Pengalaman jemaat Galatia--bagaimana mereka terpesona dengan "presentasi" dan bukan "esensi"--mengingatkan kita dengan kondisi kekrisenan di zaman sekarang dimana ada banyak orang Kristen yang lebih mementingkan "cara penyampaian" ketimbang "isi/esensi pemberitaan." Saya sering mendengar ada beberapa orang Kristen yang berkata kotbah dari seorang rohaniawan "tidak bagus" sebab kotbahnya kurang lelucon dan dianggap tidak menarik; dengan kata lain bagi jemaat tersebut baik atau tidaknya sebuah kotbah bergantung pada cara penyampaiannya dan bukan pada isinya. Walaupun penyampaian dan isi yang disampaikan sama-sama penting, namun isi/esensi pesan yang disampaikan jauh lebih utama ketimbang tehnik penyampaian; dengan kata lain seseorang yang isi kotbahnya benar (sesuai dengan teks) jauh lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang berkotbah dengan cara penyampaian menarik, namun isinya tidak berasal dari/keluar dari konteks teks kitab suci.
Jika jemaat tidak benar-benar berakar dalam ajaran yang benar, maka kita akan gampang terseret dengan ajaran yang salah dan tertipu dengan penampilan/tehnik penyampaikan yang menarik dari orang-orang yang -- entah sadar ataupun tidak/entah disengaja ataupun tidak--salah dalam mengajar. Itulah sebabnya penting sekali bagi jemaat untuk jangan hanya memperhatikan bahkan terpesona dengan "cara penyampaian" seorang pengkhotbah, kita harus lebih memperhatikan isi/esensi berita yang disampaikan, apakah memang semua yang disampaikan itu benar seperti yang Alkitab ajarkan. Jemaat di kota Berea (lih. Kis. 17:11) memberikan teladan yang baik, dimana mereka bukan saja haus dan rindu dalam belajar firman Tuhan, namun mereka mencari firman Tuhan yang disampaikan dengan benar (artinya sesuai dengan ajaran kitab suci).
Para pengkotbah dan pengajarpun sebenarnya perlu belajar untuk tidak tergoda untuk lebih mengutamakan tehnik penyampaian dari pada isi yang diberitakan; tentu alangkah baiknya jika para pengkotbah dapat menyampaikan pesan yang benar dengan tehnik penyampaian yang menarik; hal ini memang harus terus diupayakan. Meskipun demikian, isi/berita yang disampaikan haruslah menempati prioritas terutama; artinya seorang pengkotbah hendaknya lebih banyak menggunakan waktunya untuk mempersiapkan isi kotbahnya/pengajarannya ketimbang hal-hal tehnis yang akan digunakan untuk mempresentasikan kotbahnya.
Jika jemaat tidak benar-benar berakar dalam ajaran yang benar, maka kita akan gampang terseret dengan ajaran yang salah dan tertipu dengan penampilan/tehnik penyampaikan yang menarik dari orang-orang yang -- entah sadar ataupun tidak/entah disengaja ataupun tidak--salah dalam mengajar. Itulah sebabnya penting sekali bagi jemaat untuk jangan hanya memperhatikan bahkan terpesona dengan "cara penyampaian" seorang pengkhotbah, kita harus lebih memperhatikan isi/esensi berita yang disampaikan, apakah memang semua yang disampaikan itu benar seperti yang Alkitab ajarkan. Jemaat di kota Berea (lih. Kis. 17:11) memberikan teladan yang baik, dimana mereka bukan saja haus dan rindu dalam belajar firman Tuhan, namun mereka mencari firman Tuhan yang disampaikan dengan benar (artinya sesuai dengan ajaran kitab suci).
Para pengkotbah dan pengajarpun sebenarnya perlu belajar untuk tidak tergoda untuk lebih mengutamakan tehnik penyampaian dari pada isi yang diberitakan; tentu alangkah baiknya jika para pengkotbah dapat menyampaikan pesan yang benar dengan tehnik penyampaian yang menarik; hal ini memang harus terus diupayakan. Meskipun demikian, isi/berita yang disampaikan haruslah menempati prioritas terutama; artinya seorang pengkotbah hendaknya lebih banyak menggunakan waktunya untuk mempersiapkan isi kotbahnya/pengajarannya ketimbang hal-hal tehnis yang akan digunakan untuk mempresentasikan kotbahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar