Minggu, 05 Januari 2014

Konsekuensi Menjadi Hamba Allah (Galatia 1:10)

Jadi, bagaimankah sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus. Galatia 1:10

Paulus berbicara mengenai injil yang dia terima dari Tuhan yang secara konsisten dia beritakan dan berdanpak pada banyak orang tidak menyukai baik diri Paulus maupun pemberitaannya. Banyak orang yang tidak senang dengan apa yang Paulus ajarkan bahwa untuk menjadi umat Tuhan seseorang hanya perlu berada dalam Kristus dan tidak perlu menjadi Yahudi. Paulus sebenarnya akan lebih mudah diterima oleh orang lain jika ia ikut arus saja dan mengajarkan bahwa untuk menjadi umat Tuhan seseorang perlu diyahudikan juga; apalagi Paulus juga adalah orang Yahudi, yang seharusnya bangga dengan keyahudiaannya. Persoalannya adalah Paulus tahu bahwa hal itu salah dan Tuhan menyampaikan hal yang berbeda; dan Paulus memilih untuk mentaati Tuhan ketimbang mengikuti keinginan diri sendiri atau nyari aman untuk diri sendiri.

Jika kita memperhatikan kehidupan orang Kristen, kita dapat melihat bahwa kita sering kali mau mentaati perintah Tuhan, jika hal tersebut sejalan dengan apa yang kita inginkan atau cocok dengan budaya kita atau setidaknya tidak membahayakan diri kita. Namun ketika apa yang Tuhan perintahkan berlawanan dengan apa yang kita inginkan, berlawanan dengan tradisi dan budaya yang kita pegang, kita gampang untuk lebih mengikuti diri kita atau budaya dan tradisi kita walaupun hal tersebut berlawanan dengan perintah Tuhan. Paulus mengingatkan kita bahwa jika yang kita cari adalah kesukaan manusia maka kita bukanlah hamba Kristus.

Saya pernah melihat ada seorang Kristen yang harus masuk ke dalam suku tertentu supaya ia dapat menikah dengan anak dari suku tersebut; budaya yang seperti ini membuat orang tersebut harus menanggalkan sukunya dan menjadi suku lain. Pertanyaannya adalah apakah seorang Kristen atau keluarga Kristen boleh mempertahankan hal-hal yang demikian? Bukankah semua suku adalah sama dan unik di mata Tuhan dan bukankah syarat pernikahan secara Kristiani adalah masalah iman dan bukan masalah suku. Saat kita berhadapan dengan tantangan seperti itu, apakah kita tetap taat kepada Tuhan ataukah mengikuti budaya/tradisi supaya hidup kita lebih aman.

Kita harus memahami bahwa kebenaran itu bukan hanya perlu ada dalam pikiran kita tapi harus mewarnai semua aspek hidup kita termasuk mewarnai tradisi dan budaya yang menjadi ciri/identitas lahiriah kita. Kita tahu bahwa dalam keberdosaan manusia, kita melahirkan sebuah kebudayaan yang memiliki banyak kelemahan; saat kebudayaan kita berlawanan dengan Alkitab, mana yang akan kita pilih.

Tidak ada komentar: