Rabu, 25 Desember 2013

Natal adalah Kisah Kasih dan Kesetiaan Allah (Yohanes 1:14)

"Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran." 

Di bulan Desember ini kita, baik sebagai seorang individu maupun sebagai sebuah komunitas (gereja), pada umumnya merayakan natal. Di bulan Desember, ada banyak orang Kristen membeli pohon natal, baik asli ataupun yang dari plastik, walaupun dalam peristiwa kelahiran Yesus, tidak pernah dicatat bahwa ada pohon-pohon natal disana, termasuk saljunya. Di bulan Desember, juga ada banyak orang Kristen yang sengaja membeli baju baru, membuat kue-kue, dsb. Pernahkan kita memikirkan, mengapa kita melakukan semuanya itu?

Tanpa bermaksud untuk melarang semua kebiasaan tersebut, yang memang sebenarnya juga tidaklah merugikan orang lain. Saya memandang kebanyakan orang Kristen pada umumnya telah menjadikan Natal sebagai sebuah tradisi. Apakah itu tradisi? Tradisi adalah sebuah adat atau kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun. Misanya saja, saat seseorang akan menikah, mereka haruslah melakukan yang namanya “te pai,” ini adalah tradisi. Tindakan menghidangkan the pada orang tua sebelum menikah adalah sebuah kebiasaan yang telah dilakukan selama turun temurun.

Apakah tradisi itu salah? Tradisi tidak salah jika 1) kita tidak kehilangan maknanya; 2) tradisi tersebut membuat kita makin hari makin baik. Mengapa kita menjadi salah saat melakukan sebuah tradisi tanpa makna yang benar? Alasannya adalah sebab kebenaran sebuah tradisi, kebiasaan atau adat justru ada pada maknanya. Jika maknanya tidak jelas, maknanya kemudian berubah menjadi tidak benar, maka adat dan tradisi itu sudah melenceng dari tujuannya.

Bagaimana dengan peringatan natal kita? Natal adalah sebuah kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun. Dengan demikian, natal pun sebenarnya sebuah tradisi. Namun pertanyaannya adalah apakah natal yang biasa kita lakukan selalu mengingatkan kita akan makna dari peringatan dan perayaan natal yang sebenarnya? Apakah peringatan dan perayaan natal membuat kita yang memperingati dan merayakanannya menjadi memiliki hidup yang lebih baik?

Waktu kecil saya senang ikut natalan di gereja, mengapa sebab saat natal saya dapat kue dan bingkisan natal. Apakah model seorang Kristen yang merayakan natal dengan motif mendapatkan kue atau bingkisan natal memperlihatkan bahwa orang tersebut mengerti makna natal yang sebenarnya? Bagi saya, waktu kecil, natal sebenarnya adalah moment mendapatkan hadiah jasmaniah, yakni kado berupa kue dan bingkisan lainnya. Di beberapa gereja dan budaya tertentu, malah, Natal itu menjadi sebuah tradisi untuk mengadakan acara semacam “malam ekspresi,” dsb.

Mengapa Natal diperingati dan dirayakan pada tanggal 25 Desember? Apakah Yesus lahir di tanggal tersebut? Jawabannya adalah tidak. Tanggal 25 Desember digunakan oleh masyarakat Eropa untuk memperingati hari lahirnya Matahari Kebenaran, yakni Yesus Kristus dalam hidup mereka. Dengan demikian 25 Desember sebenarnya adalah moment reflektif. Sebuah moment yang digunakan untuk lebih menghayati pengalaman orang percaya yang telah menerima Kristus. Dengan demikian, banyak orang Kristen seharussnya merayakan natal bukan sekedar sebagai peringatan kelahiran Yesus dalam dunia ini, namun peringatan akan kelahiran Kristus dalam hidup kita.

Kita bersyukur, Tuhan menyatakan kepada kita, apakah arti dan makna kedatangan Allah ke dalam dunia ini, dalam Kristus. Peristiwa inilah yang disebut dengan istilah “inkarnasi.” Salah satu bagian Alkitab yang berbicara mengenai karya Inkarnasi Allah adalah Yohanes 1:14. Dalam Yohanes 1:14 dikatakan oleh Alkitab bahwa Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaannya, kemuliaan anak tunggal bapa, yang penuh dengan anugerah dan kebenaran.
Alkitab mengatakan Yesus itu adalah Firman yang jadi manusia. Siapakah itu Firman? Jika kita membaca Yohanes 1:1, ditegaskan oleh Alkitab bahwa Firman itu adalah Allah sendiri. Jadi Yesus adalah Allah yang menjadi manusia. Alkitab malah mengatakan Firman itu tinggal ditengah-tengah kita (diantara kita). Mengapa demikian? Mengapa Yesus sebagai Allah yang menjadi manusia perlu tinggal ditengah-tengah manusia? Jawabannya adalah supaya manusia dapat mengenal Allah.

Mengapa manusia perlu mengenal Allah dalam Kristus? Jawabannya dibicarakan dalam Yohanes 1:18. Disana ditegaskan oleh Alkitab, “tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah.” Apakah maksud kalimat ini? Bukankah ada banyak nabi yang telah bertemu dengan Allah? Dalam Alkitab memang ada banyak tokoh yang bertemu dengan Allah. Namun, mereka sebenarnya tidak langsung bertemu dengan pribadi Allah. Yang mereka temui adalah theofani Allah. Apakah maksud dari istilah theofani. Istilah ini berarti perwujudan Allah. Misalnya saja, Musa; saat Musa bertemu dengan Allah, maka yang ditemuinya adalah perwujudan semak duri yang terbakar. Semak duri yang terbakar adalah teofani Allah, namun bukan wujud asli Allah. Contoh yang lain adalah sewaktu Allah menjumpai Yakub, Allah datang dalam wujud manusia. Perwujudan inilah yang disebut teofani.

Pertanyaannya adalah mengapa Allah menggunakan teofani dalam menjumpai manusia? Jawabannya adalah sebab dalam keberdosaannya manusia tidak mampu bertahan jika ia harus berhadapan dengan diri Allah yang sebenarnya. Manusia pasti mati. Mengapa Allah perlu menjadi manusia supaya kita dapat mengenal-Nya? Alasannya adalah sebab yang paling mengerti manusia adalah manusia itu sendiri.

Pertanyaan saya adalah apakah kita mengerti binatang? Saya rasa tidak, kita tahu ya. Kita bisa mengira-ngira ya, tapi kalau mengerti tentu tidak. Tetapi bagaimana dengan manusia, apakah kita dapat mengerti perilaku manusia? Tentu. Jika kita melihat ada seseorang yang mukanya merah, itu barangkali ia sedang marah, atau malu, atau darah tinggi. Jika kita ada seseorang memegang perutnya, kita mengerti oh orang tersebut sedang sakit perut dst.

Allah menjadi manusia, tujuannya adalah supaya Dia dapat dimengerti oleh manusia. Supaya kita manusia melihat Yesus, maka dalam keterbatasannya sebagai manusia, kita dapat mengerti Allah sebab Dia hadir dalam bentuk yang kita dapat mengerti dan pahami. Ketika Yesus menangisi Yerusalem yang tidak mau menerimanya. Kita mengerti begitulah kesedihan Allah saat Ia melihat umat-Nya menolak Dia. Saat Yesus mengampuni seorang yang kedapatan berbuat zinah, kita mengerti bahwa yang Allah kehendaki bukanlah semata-mata menghukum dosa, namun mengharapkan adanya sebuah pertobatan. Dengan menjadi manusia, maka kita dapat lebih mengerti, memahami dan mengenal seperti apakah pribadi dari Allah kita itu.

Jadi, dalam peristiwa inkarnasi, Allah sedang menunjukan kepada kita seperti apakah pribadi Allah itu? Sekarang pertanyaan baru muncul, Allah yang bagaimanakah yang ingin diperlihatkan dalam persitiwa inkarnasi? Dalam Yohanes 1:14 dikatakan ada dua aspek yang menjadi ciri atau karakter dari Anak Tunggal Bapa, yakni pribadi yang penuh dengan anugerah dan kebenaran.

Istilah anugerah berarti kasih karunia, sedangkan kebenaran dapat juga diartikan sebagai kesetiaan. Jadi kedatangan Yesus kedalam dunia, tujuannya adalah hendak menunjuk kasih dan kesetiaan Allah pada manusia. Bagaimanakah Allah menunjukan kasihnya kepada manusia? Melalui kedatangannya ke dalam dunia ini. Kedatangan-Nya kedalam dunia ini bukanlah kedatangan yang mudah. Ia harus meninggalkan segala kemuliaan dan kebesarannya untuk menjadi seorang manusia yang sederhana, dan kemudian harus mati disalibkan. Mengapa ia melakukan semuanya itu? Alasannya adalah karena ia mengasihi kita.

Bagaimanakah Allah menunjukan kesetiaannya pada kita? Allah menunjukkan kesetiaannya pada kita dengan jalan tetap menggenapkan rencana atau janji keselamatannya pada umat manusia, walaupun saat ia datang manusia menolaknya. Dalam Yohanes 1:10-11 ditegaskan bahwa dunia ini pada dasarnya menolak Dia. Kalaupun Allah datang dan berkata “apakah saya boleh datang dan kemudian menyelamatkan kalian?” kira-kira apakah jawaban manusia? Manusia pasti akan menjawab tidak kepada Allah.

Ada sebuah keluarga yang memiliki anak tunggal. Dalam tradisi keluarga ini anak pertama haruslah menikahi orang yang sesukunya. Namun realitanya, pemuda ini kemudian mendapatkan pasangan dari suku yang lain. Orang tuanya sangat marah, kemudian dengan tegas menolak rencana pernikahan mereka. Orang tuanya berkata, kalau mereka menikah, mereka tidak akan mau datang. Namun pasangan ini tetap dengan keputusannya. Pada saat hari pernikahan, ternyata sang Ayah tetap tidak mau datang, namun ibunya datang. Kenapa ibunya mau datang? Jawabannya adalah sederhana, karena ia sayang sekali dengan anak tunggalnya. Itulah sebabnya walaupun ia marah dengan keputusan anaknya, namun kasihnya tetap membuat ia mau datang ke pernikahan anaknya.

Dalam peristiwa kedatangan Yesus, yang terjadi lebih tragis dari cerita yang tadi saya ceritakan. JIka dalam peristiwa itu sang anak masih mengharapkan kehadiran orang tuanya, namun dalam kasus Kristus, dunia ini tidak mengharapkan kedatangan Dia, namun mengapa Yesus tetap mau datang ke dalam dunia ini? Jawabannya adalah karena kesetiaannya pada perjanjian-Nya yang didasarkannya pada kasih-Nya yang besar pada kita.

Dengan demikian apa yang dikatakan oleh Yohanes dalam Yohanes 3:16 adalah benar. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.” Karena kasih-Nya yang besar, Allah memberikan diri-Nya sendiri bagi kita. Hal ini pararel dengan apa yang rasul Paulus katakan dalam Roma 5:8 “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Jadi, inkarnasi, karya kelahiran Yesus kedalam dunia untuk kemudian mati menebus kita dari perbudakan dosa adalah bukti yang paling nyata bahwa Allah itu sangat mengasihi kita, bahwa Allah itu adalah Allah yang setia pada apa yang dijanjikan-Nya.

Kita sekarang mungkin bertanya, jikalau Tuhan memang sangat mengasihi kita mengapa Tuhan tetap membiarkan kita mengalami berbagai macam kesulitan dan pergumulan hidup? Disinilah kita harus memiliki perspektif yang benar mengenai bukti kasih Allah. Allah tidak pernah membuktikan kasih-Nya kepada kita melalui meniadakan segala pergulatan dan pergumulan hidup kita. Itu bukan cara Allah dalam membuktikan kasih dan kesetiaan-Nya pada kita.

Cara Allah dalam membuktikan kasih dan kesetiaan-Nya dalam dengan kematian-Nya diatas salib. Kematian tersebut adalah bukti terbesar dan terkuat bahwa Allah mengasihi kita. Cara lain yang Allah perlihatkan kepada kita untuk membuktikan kasih-Nya adalah dengan memberikan kepada kita kekuatan untuk mampu melewati dan menghadapi segala tantangan dan pergumulan hidup serta iman kita. Bayangkan Allah memberikan kepada kita Roh-Nya yang kudus. Apakah tujuannya? Supaya Ia menolong kita, menguatkan kita untuk memenuhi tugas dan panggilan kita dalam dunia ini.

Jadi, jika sampai hari ini engkau masih jomblo walaupun sudah berdoa dan berusaha bertahun-tahun. Itu tidak menandakan bahwa Allah itu tidak mengasihi engkau. Realitas bagaimana engkau dalam kejombloanmu pun engkau tetap bertahan untuk tidak mencari pasangan yang tidak siman atau tidak bunuh diri adalah bukti bahwa Tuhan masih menyertai dan memberikan kepadamu kekuatan untuk melewati pergumulan hidupmu ini. Demikian juga bagi kita yang sudah sekian lama berdoa meminta orang tuanya yang sakit mengalami kesembuhan, namun Tuhan belum juga sembuhkan. Hal ini tidak memperlihatkan bahwa Tuhan itu tidak sayang dan tidak setia kepada kita. Tuhan memang tidak pernah berjanji, bahwa Ia akan menjawab setiap doa yang kita naikan dengan jawaban ya. Tuhan mempunyai rencana sendiri dengan kehidupan kita. Kalaupun Tuhan tidak sembuhkan orang yang kita kasihi, Tuhan pasti punya rencana yang lain.

Bukti yang paling nyata, bukti yang paling besar, bukti yang paling nampak bahwa Allah mengasihi kita adalah dalam persitiwa inkarnasi dan kematian-Nya. Dalam peristiwa natal dan paskah, Allah memperlihatkan bahwa ia sangat mengasihi kita, bahwa Ia adalah pribadi yang setia. Jadi saat kita merayakan natal. Kita harus ingat bahwa Allah itu mengasihi kita dan setia dengan kita. JIka Allah telah mengasihi dan setia dengan kita, bagaimana dengan kita? Apakah kita tambah hari tambah mengasihi dan setia pada Tuhan? Jika kita menghayati natal dengan pengertian yang benar, kita pasti akan diubahkan olehnya.
  



Tidak ada komentar: