Sebab, jika ada
seseorang masuk kedalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian yang
indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan
kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya : “silahkan
tuan duduk di tempat yang baik ini,” sedang kepada orang yang miskin itu kamu
berkata: “duduklah disana” atau “duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku.”
Bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai
hakim dengan pikiran yang jahat.” Yakobus 2:2-5
Yakobus kembali
membicarakan mengenai sebagian sikap sebagian orang-orang percaya yang suka
membeda-bedakan orang dengan menggunakan sebuah perbandingan. Ia menyebutkan
mengenai sebuah kisah yang sepertinya mengambil “setting” ruang tempat
pengadilan. Seseorang yang digambarkan
berpakaian indah, jelas menunjuk pada orang yang kaya yang digambarkan sebagai
orang yang menikmati perlakukan istimewa dimana ia diijinkan untuk duduk.
Sedangkan orang yang berpakaian buruk, jelas menunjuk pada orang miskin yang
diperlakukan berbeda dengan si orang kaya dimana ia diminta untuk berdiri atau
duduk di bawah sebagai gambaran dari orang yang dianggap rendah. Yang unik
adalah orang yang menyuruh untuk orang kaya duduk dan orang miskin
berdiri/duduk di bawah adalah sang hakim yang seharusnya berlaku sebagai
penegak keadilan, namun ia ternyata telah berlaku tidak adil dengan orang yang
dia sedang layani.
Yakobus
menggunakan penggambaran ini untuk memperlihatkan itulah ironisnya orang-orang
Kristen yang memperlakukan sesamanya secara deskriminatif. Orang Kristen pasti
tahu bahwa Kristus adalah hakim yang adil, Ia tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan
kondisi lahiriahnya baik dalam penghakimannya maupun dalam karya keselamatannya.
Orang yang kaya tidak akan diperlakukan lebih istimewa dari pada orang miskin
di hari penghakiman kelak; orang miskin juga tidak berarti mendapat kesempatan
yang lebih banyak untuk diselamatkan dibandingkan dengan orang kaya. Kristus
menyelamatkan seseorang berdasarkan kasih-Nya yang tidak bersyarat.
Inilah yang
mendasari peringatan Yakobus bahwa sikap yang membeda-bedakan manusia
berdasarkan status ekonomi dan sosialnya adalah sebuah kejahatan. Mengapa
demikian? Yakobus mengatakan ketika
seseorang merendahkan seseorang karena kondisinya yang miskin, namun disisi
yang lain ia menghormati orang lain karena kondisinya yang kaya, maka orang
tersebut telah menjadi seperti seorang hakim. Mengapa demikian? Sebab ia telah
memberikan penilaian kepada orang yang kaya sebagai orang yang layak dihormati
dan orang yang miskin sebagai orang yang tidak layak dihormati. Padahal Tuhan
saja tidak menilai seperti itu. Itulah sebabnya orang-orang Kristen yang
menghina seseorang karena ia adalah seorang miskin, telah melakukan penghakiman
terhadap orang lain yang salah dan jahat.
Dalam sebuah gereja
terdapat sebuah kebiasaan yang tidak baik dalam menyambut orang yang akan
menyampaikan kotbah di hari Minggu. Jika pengkhotbah di minggu itu adalah
seorang pendeta yang terkenal, maka banyak orang dalam gereja tersebut
mengajukan diri untuk mengajak pendeta tersebut untuk dapat makan siang/malam
bersama dengan mereka. Namun, jika pengkhotbah di minggu itu adalah pengkhotbah
biasa yang berkotbah karena diutus oleh sinode gerejanya, maka tugas untuk
menyambut atau mengajak pengkhotbah itu diserahkan ke hamba Tuhan gereja
lokalnya. Hal ini sungguh menggelikan, namun ini adalah kenyataan bahwa dalam
gereja sikap membeda-bedakan orang masih bisa terjadi.
Itulah sebabnya
nasehat Yakobus sangat relevan bagi kita; saat kita membeda-bedakan orang maka
kita telah menjadi seseorang yang menghakimi orang lain dan kita telah jatuh
dalam penilaian yang bukan saja salah, namun jahat. Itulah sebabnya belajarlah
untuk menghormati semua orang, bahkan orang-orang yang secara status sosial,
ekonomi ataupun kemampuan berbeda dengan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar