Sabtu, 23 November 2013

Orang Berhikmat (Yakobus 3:13)

"Siapakah diantara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya yang lahir dari kelemahlembutan."

Yakobus sedang berbicara mengenai ciri dari seseorang yang memiliki hikmat yang benar (dari Tuhan). Yakobus menyebutkan ciri/karakter dari seorang yang disebut berhikmat yakni (i) memiliki cara hidup yang baik; (ii) memiliki kelemahlembutan. Yakobus ingin menegaskan bahwa seorang yang berhikmat, ia bukan hanya memiliki pengetahuan, namun ia mampu mempraktekkan apa yang dia ketahui sehingga lahirlah apa yang disebut sebagai "cara hidup yang baik." Aspek kedua dari ciri orang berhikmat adalah tidak arogan tetapi lemah lembut; seseorang yang memiliki hikmat yang benar, ia bukan saja memiliki kehidupan yang baik, namun juga memiliki sikap yang lemah lembut terhadap yang lain. Kelemahlembutan seorang yang berhikmat, membuat dirinya tidak akan pernah menghina orang lain termasuk orang-orang yang lebih lemah darinya.

Banyak orang mengejar yang namanya kecerdasan; sebaliknya hanya sedikit orang yang mengejar hikmat. Kecerdasan tidak otomatis menjadikan seseorang sebagai orang yang hidupnya baik dan lemah lembut; kecerdasan malah bisa membuat seseorang menjadi ahli dalam kejahatan dan menjadi sombong karena kelebihan kemampuan berpikir. Apakah yang membedakan antara hikmat dan kecerdasan? Salah satu faktor utama yang membedakan keduanya adalah sementara kecerdasan berpusatkan pada kemampuan diri sendiri, hikmat berpusatkan pada firman Allah; jika kecerdasan merupakan buah dari usaha manusia dalam meningkatkan kemampuan berpikirnya, maka hikmat merupakan buah pengenalan seseorang akan Tuhan dan firman-Nya.

Apa yang Yakobus sampaikan hari ini mengingatkan kita bahwa untuk menjadi seorang berhikmat seseorang membutuhkan disiplin diri dalam mengenal Tuhan melalui firman-Nya. Di sisi yang lain, Yakobus juga mengingatkan bahwa hikmat yang sejati pasti akan menghasilkan buah dalam bentuk "cara hidup yang baik" dan "kelemahlembutan."

Ada seorang muda yang mengikuti pendidikan teologi di sebuah seminari. Anak muda ini memang memiliki kecerdasan yang lebih dibandingkan anak muda lainnya. Kemampuan bahasa dan tafsirnya melebihi kemampuan teman-teman seangkatannya. Meskipun demikian, anak muda ini kemudian tumbuh menjadi seorang yang sombong, selalu mengkritik orang lain dan selalu memandang dirinya dan pandangannya sebagai tolak ukur kebenaran. Anehnya adalah anak muda ini walaupun telah lulus bertahun-tahun dari seminari, ternyata sampai ia menjadi tua ternyata karakternya tidak berubah, ia tetap menjadi seorang yang keras dan memandang dirinya sebagai orang yang paling benar.

Kita harus belajar dari contoh di atas bahwa hikmat seharusnya mengubahkan kita jadi orang yang lebih baik lagi; jika kita belajar sesuatu, namun hal tersebut tidak membuat kita lebih baik, kita sebenarnya tidak belajar apapun juga.

Tidak ada komentar: