“Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa
tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga
mengendalikan seluruh tubuhnya.” Yakobus 3:2
Kalimat diatas adalah alasan kedua mengapa Yakobus
menasehatkan mengapa jangan banyak orang mau menjadi seorang guru yakni sebab
pada umumnya manusia memiliki persoalan dengan perkataan. Sebaliknya, seseorang
yang mampu menguasai perkataannya adalah orang yang sempurna; tentu yang
dimaksudkan sempurna disini adalah seseorang yang memiliki integrasi hidup;
seseorang yang bukan hanya pandai mengajar/berkata-kata, namun ia juga adalah
orang yang melakukan apa yang dia ajarkan/katakan; itulah sebabnya orang yang
seperti ini dikatakan mampu untuk mengendalikan seluruh tubuhnya (hidupnya).
Seorang guru memang dituntut untuk memiliki kualifikasi
hidup dan perkataan yang lebih baik dari orang lain; mengapa demikian sebab kualifikasi
hidup itulah yang akan membuat orang lain mendengarkan apa yang dia ajarkan.
Coba bayangkan, mungkinkah kita akan mendengarkan seorang guru yang mengajarkan
kita untuk hidup sehat sementara ia sendiri adalah perokok berat; mungkinkah
kita mempercayai seorang guru yang mengajarkan mengenai “mengasihi orang lain”
tetapi ia sendiri adalah orang yang sangat pelit; kita tidak akan mempercayai
seorang guru yang perbuatan dan pengajarannya bertentangan.
Beberapa waktu yang lalu di televisi Amerika diwawancarai
seorang rabbi (guru Yahudi) yang menemukan uang sebesar 100 ribu dollar di
sebuah laci meja bekas yang dibelinya. Jika anda menjadi rabbi tersebut apakah
yang anda akan lakukan? Kita mungkin akan mengambil uang tersebut dan
menganggapnya bahwa kita sedang mendapatkan mukzisat dari Tuhan; namun, rabbi
tersebut tidak melakukan hal yang demikian. Dia mencari tahu siapa pemilik meja
tersebut sebelumnya dan setelah ia menemukan orang tersebut, ia menjadi tahu
bahwa pemiliknya memang telah kehilangan uang tersebut; kamudian rabbi itu
mengembalikan semua uang tersebut kepada pemiliknya. Pemilih uang tersebut
kemudian menyampaikan bahwa saat di dunia ini begitu sedikit orang yang jujur,
ia menemukan bahwa rabbi ini adalah salah satu orang jujur yang masih ada dalam
dunia ini; hidup rabbi ini memperlihatkan bahwa dalam dunia ini masih ada yang
namanya kebaikan.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa kesatuan antara apa
yang seseorang katakan dengan perilaku hidupnya menjadikan seorang memiliki
kualifikasi baik sebagai seorang guru maupun pengikut Kristus. Jika seorang
guru Yahudi dapat memiliki integrasi hidup yang sedemikian baik, bagaimana
dengan guru-guru Kristen dan orang-orang Kristen? Apakah kita sebagai pendeta,
penginjil dan orang-orang Kristen memiliki perkataan-perkataan yang benar yang
didukung oleh prilaku hidup kita yang baik atau kita telah jatuh dalam
kemunafikan dimana kita hanya pandai berkata-kata namun tidak melakukan apa
yang kita katakan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar