Sabtu, 16 November 2013

Lebih Baikkah Kita Dari Orang Lain? (Yakobus 3:2)

“Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.” Yakobus 3:2

Kalimat diatas adalah alasan kedua mengapa Yakobus menasehatkan mengapa jangan banyak orang mau menjadi seorang guru yakni sebab pada umumnya manusia memiliki persoalan dengan perkataan. Sebaliknya, seseorang yang mampu menguasai perkataannya adalah orang yang sempurna; tentu yang dimaksudkan sempurna disini adalah seseorang yang memiliki integrasi hidup; seseorang yang bukan hanya pandai mengajar/berkata-kata, namun ia juga adalah orang yang melakukan apa yang dia ajarkan/katakan; itulah sebabnya orang yang seperti ini dikatakan mampu untuk mengendalikan seluruh tubuhnya (hidupnya).
Seorang guru memang dituntut untuk memiliki kualifikasi hidup dan perkataan yang lebih baik dari orang lain; mengapa demikian sebab kualifikasi hidup itulah yang akan membuat orang lain mendengarkan apa yang dia ajarkan. Coba bayangkan, mungkinkah kita akan mendengarkan seorang guru yang mengajarkan kita untuk hidup sehat sementara ia sendiri adalah perokok berat; mungkinkah kita mempercayai seorang guru yang mengajarkan mengenai “mengasihi orang lain” tetapi ia sendiri adalah orang yang sangat pelit; kita tidak akan mempercayai seorang guru yang perbuatan dan pengajarannya bertentangan.
Beberapa waktu yang lalu di televisi Amerika diwawancarai seorang rabbi (guru Yahudi) yang menemukan uang sebesar 100 ribu dollar di sebuah laci meja bekas yang dibelinya. Jika anda menjadi rabbi tersebut apakah yang anda akan lakukan? Kita mungkin akan mengambil uang tersebut dan menganggapnya bahwa kita sedang mendapatkan mukzisat dari Tuhan; namun, rabbi tersebut tidak melakukan hal yang demikian. Dia mencari tahu siapa pemilik meja tersebut sebelumnya dan setelah ia menemukan orang tersebut, ia menjadi tahu bahwa pemiliknya memang telah kehilangan uang tersebut; kamudian rabbi itu mengembalikan semua uang tersebut kepada pemiliknya. Pemilih uang tersebut kemudian menyampaikan bahwa saat di dunia ini begitu sedikit orang yang jujur, ia menemukan bahwa rabbi ini adalah salah satu orang jujur yang masih ada dalam dunia ini; hidup rabbi ini memperlihatkan bahwa dalam dunia ini masih ada yang namanya kebaikan.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa kesatuan antara apa yang seseorang katakan dengan perilaku hidupnya menjadikan seorang memiliki kualifikasi baik sebagai seorang guru maupun pengikut Kristus. Jika seorang guru Yahudi dapat memiliki integrasi hidup yang sedemikian baik, bagaimana dengan guru-guru Kristen dan orang-orang Kristen? Apakah kita sebagai pendeta, penginjil dan orang-orang Kristen memiliki perkataan-perkataan yang benar yang didukung oleh prilaku hidup kita yang baik atau kita telah jatuh dalam kemunafikan dimana kita hanya pandai berkata-kata namun tidak melakukan apa yang kita katakan?

Tidak ada komentar: