Jika sebelumnya Yakobus berbicara mengenai hikmat (kecerdasan dan kepandaian) yang oleh karena dosa kemudian melahirkan kesombongan dan kebohongan, maka sekarang ia berbicara mengenai hikmat dari Tuhan (hikmat sejati). Jika hikmat manusia bisa dicemari oleh iri hati, maka hikmat dari Tuhan adalah murni; bukan itu saja, hikmat dari Tuhan melahirkan pendamaian dan bukan perselisihan, kebaikan serta integrasi dan integritas hidup. Dengan kata lain, hikmat dari Tuhan membuat kehidupan dan karakter seseorang tambah baik.
Saya pernah melihat ada seorang Kristen yang menjadikan perdebatan keras sebagai hobi dan kesenangannya. Ia senang sekali jika berhasil mematahkan argumentasi dari lawan bicaranya, ia bahkan cenderung menggunakan kalimat-kalimat yang keras bahkan kasar untuk menyerang lawan debatnya. Akibat dari pola dialog yang seperti ini, akhirnya banyak orang yang tidak terbangun dalam proses diskusi dengan orang tersebut; walaupun ia berhasil memenangkan sebuah "pertempuran" dalam setiap diskusinya, namun ia sebenarnya "telah kalah dalam peperangan" sebab ia tidak membawa seorang pun untuk menjadi lebih dekat dengan dirinya ataupun membangun orang-orang yang berdialog dengannya, namun sebaliknya ia telah menjauhkan semua orang dari dirinya dan membuat orang lain sakit hati.
Nasehat Yakobus mengingatkan kita bahwa hikmat yang benar selalu bebuahkan kebaikan. Hikmat yang benar tentu tidak kompromi dengan ketidakbenaran, namun hikmat yang benar tidak akan dengan segera "membunuh" orang yang tidak benar dengan argumentasi-argumentasinya yang hebat, tetapi akan mencoba untuk "menolong" orang lain yang cara berpikirnya tidak benar/kurang tepat. Perbedaan dari hikmat dunia dan hikmat Tuhan terletak salah satunya pada orientasi diri; hikmat dunia digunakan untuk membangun kemuliaan diri sendiri, itulah sebabnya hikmat dunia dapat membuat seseorang sombong dan berbohong; sedangkan hikmat Tuhan berorientasi pada Tuhan dan sesama, itulah sebabnya hikmat Tuhan digunakan terutama untuk melayani Tuhan melalui melayani sesama.
Saat kita belajar Firman Tuhan, kita sedang membangun diri kita sendiri dengan hikmat Tuhan. Itulah sebabnya pembelajaran kita akan Firman Tuhan hendaknya membuat kita semakin bertumbuh dalam karakter yang baik dan mempermuliakan Tuhan. Jika seseorang yang belajar Firman Tuhan kemudian ia menjadi sombong bahkan dengan gampang memanipulasi Firman Tuhan demi kepentingan dirinya sendiri, maka ada yang salah dengan orang tersebut. Belajar Firman Tuhan seharusnya membuat kita jadi lebih baik dari hari ke harinya. Pertanyaannya tentu saja, apakah kita adalah orang yang haus dan lapar untuk belajar Firman Tuhan setiap harinya? Dan apakah kita diubahkan oleh Firman Tuhan untuk menjadi orang yang lebih baik dari waktu ke waktu setiap harinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar