“Akan tetapi,
jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam kitab suci: ‘kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,’ kamu berbuat baik. Tetapi jikalau
kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa
kamu melakukan pelanggaran.” Yakobus 2:8-9
Inilah alasan
ketiga mengapa jemaat Kristen tidak boleh memandang muka dan tidak boleh
merendahkan orang-orang miskin yakni sebab hukum Tuhan menetapkan bahwa kita
harus mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri. Jika dalam ayat-ayat
sebelumnya Yakobus menjelaskan bahwa kita tidak boleh memandang rendah siapun
juga sebab (i) setiap kita memiliki pengalaman yang sama yakni diselamatkan
karena anugerah (ps. 2.1,5), (ii) mereka mengalami sendiri bagaimana
orang-orang kaya dalam dunia ini mencelakakan mereka (ps. 2:6-7); dan dalam
ayat 8-9 Yakobus menegaskan alasan ketika yakni hukum Tuhan menegaskan bahwa
kita harus mengasihi semua manusia. Oleh karena orang miskin dan rendah adalah
juga manusia, maka ia adalah sesama kita, dan karena mereka adalah sesama kita
maka kita harus mengasihi mereka seperti diri kita sendiri.
Yakobus bahkan
menegaskan bahwa siapa memandang muka, maka ia telah berbuat dosa. Siapa
memandang orang miskin secara rendah maka ia telah berdosa terhadap Tuhan;
sebaliknya siapa yang memperlakukan orang kaya lebih baik dari para orang
miskin, ia pun sudah berbuar dosa. Mengapa demikian? Sebab orang tersebut telah
memandang muka, memperlakukan sesama secara berbeda berdasarkan perbedaan
sosial dan ekonomi adalah pelanggaran terhadap hukum Tuhan. Yang Tuhan inginkan
adalah kita menjadi orang yang dapat mengasihi dan menghormati setiap orang
baik itu kaya ataupun tidak kaya.
Dalam dunia ini,
kita hidup dalam masyarakat yang terkotak-kotakan. Banyak diantara kita senang
untuk hanya bergaul dengan orang-orang yang mirip dengan kita atau orang-orang
yang kita anggap satu level dengan kita. Itulah sebabnya tercipta suatu gap
antara orang kaya dan miskin atau antara satu suku dengan suku yang lain.
Kekristenan dalam gereja mula-mula pernah menjadi sebuah contoh atau model yang
sangat baik, dimana gap antara si kaya dan si miskin atau antara Yahudi dan
bukan Yahudi menjadi hilang oleh karena mereka bersatu dalam Kristus. Perjamun
Kudus kemudian menjadi sebuah persekutuan yang memperlihatkan bahwa dalam
Kristus tidak ada lagi pembedaan/pendesriminasian berdasarkan status
sosial-ekonomi ataupun gender dari manusia. Bagi gereja di zaman sekarang, hal
ini masih menjadi sebuah pergumulan, mengapa demikian? Alasannya sederhana, hal
ini disebabkan ketidakdewasaan kita dalam iman.
Dalam sebuah
pertemuan sinode sebuah denominasi dicanangkan acara pemilihan ketua sinode.
Saat proses tersebut dijalankan, kemudian terjadi percakapan-percakapan
informal dari utusan-utusan gereja dalam pertemuan tersebut. Dalam percakapan
informal tersebut kemudian tercetuslah gagasan yang secara diam-diam
disampaikan dari mulut ke mulut bahwa ketua sinode haruslah dari suku A atau
suku B, dluar suku tersebut, jangan sampai terpilih. Mengapa demikian? Sebab
mayoritas jemaat dari sinode tersebut adalah suku A atau suku B, sehingga sudah
seharusnya ketua sinode berasal dari jemaat dengan suku mayoritas.
Coba lihat,
gereja tidak kebal terhadap pragmentasi sosial yang sebenarnya berlawanan
dengan hukum Tuhan. Alkitab dengan tegas mengatakan, jika kita memandang muka,
maka kita sudah berdosa, namun mengapa kita tetap memandang muka? Mengapa kita
tetap mengutakan karakter-karakter lahiriah seperti kesukuan, status ekonomi
ataupun gender sebagai standard dalam melihat atau mengevaluasi seseorang?
Itulah ketidakdewasaan kita yang membuat kita gagal dalam “menyangkali diri”
dan tetap memilih tradisi dan kenyamanan diri kita walaupun hal tersebut
berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Apakah kita
masih memiliki sikap dan prilaku yang memandang muka? Hendaklah kita bertobat
dan belajar untuk mengasihi dan menghargai semua orang. Bagaimana caranya?
Sederhana, lihat mereka dari kaca mata Kristus yang telah mati bagi mereka sama
seperti Kristus yang telah mati bagi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar