Jumat, 08 November 2013

Dosa Memandang Muka (Yakobus 2:8-9)

“Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam kitab suci: ‘kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,’ kamu berbuat baik. Tetapi jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran.” Yakobus 2:8-9

Inilah alasan ketiga mengapa jemaat Kristen tidak boleh memandang muka dan tidak boleh merendahkan orang-orang miskin yakni sebab hukum Tuhan menetapkan bahwa kita harus mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri. Jika dalam ayat-ayat sebelumnya Yakobus menjelaskan bahwa kita tidak boleh memandang rendah siapun juga sebab (i) setiap kita memiliki pengalaman yang sama yakni diselamatkan karena anugerah (ps. 2.1,5), (ii) mereka mengalami sendiri bagaimana orang-orang kaya dalam dunia ini mencelakakan mereka (ps. 2:6-7); dan dalam ayat 8-9 Yakobus menegaskan alasan ketika yakni hukum Tuhan menegaskan bahwa kita harus mengasihi semua manusia. Oleh karena orang miskin dan rendah adalah juga manusia, maka ia adalah sesama kita, dan karena mereka adalah sesama kita maka kita harus mengasihi mereka seperti diri kita sendiri.

Yakobus bahkan menegaskan bahwa siapa memandang muka, maka ia telah berbuat dosa. Siapa memandang orang miskin secara rendah maka ia telah berdosa terhadap Tuhan; sebaliknya siapa yang memperlakukan orang kaya lebih baik dari para orang miskin, ia pun sudah berbuar dosa. Mengapa demikian? Sebab orang tersebut telah memandang muka, memperlakukan sesama secara berbeda berdasarkan perbedaan sosial dan ekonomi adalah pelanggaran terhadap hukum Tuhan. Yang Tuhan inginkan adalah kita menjadi orang yang dapat mengasihi dan menghormati setiap orang baik itu kaya ataupun tidak kaya.

Dalam dunia ini, kita hidup dalam masyarakat yang terkotak-kotakan. Banyak diantara kita senang untuk hanya bergaul dengan orang-orang yang mirip dengan kita atau orang-orang yang kita anggap satu level dengan kita. Itulah sebabnya tercipta suatu gap antara orang kaya dan miskin atau antara satu suku dengan suku yang lain. Kekristenan dalam gereja mula-mula pernah menjadi sebuah contoh atau model yang sangat baik, dimana gap antara si kaya dan si miskin atau antara Yahudi dan bukan Yahudi menjadi hilang oleh karena mereka bersatu dalam Kristus. Perjamun Kudus kemudian menjadi sebuah persekutuan yang memperlihatkan bahwa dalam Kristus tidak ada lagi pembedaan/pendesriminasian berdasarkan status sosial-ekonomi ataupun gender dari manusia. Bagi gereja di zaman sekarang, hal ini masih menjadi sebuah pergumulan, mengapa demikian? Alasannya sederhana, hal ini disebabkan ketidakdewasaan kita dalam iman.

Dalam sebuah pertemuan sinode sebuah denominasi dicanangkan acara pemilihan ketua sinode. Saat proses tersebut dijalankan, kemudian terjadi percakapan-percakapan informal dari utusan-utusan gereja dalam pertemuan tersebut. Dalam percakapan informal tersebut kemudian tercetuslah gagasan yang secara diam-diam disampaikan dari mulut ke mulut bahwa ketua sinode haruslah dari suku A atau suku B, dluar suku tersebut, jangan sampai terpilih. Mengapa demikian? Sebab mayoritas jemaat dari sinode tersebut adalah suku A atau suku B, sehingga sudah seharusnya ketua sinode berasal dari jemaat dengan suku mayoritas.

Coba lihat, gereja tidak kebal terhadap pragmentasi sosial yang sebenarnya berlawanan dengan hukum Tuhan. Alkitab dengan tegas mengatakan, jika kita memandang muka, maka kita sudah berdosa, namun mengapa kita tetap memandang muka? Mengapa kita tetap mengutakan karakter-karakter lahiriah seperti kesukuan, status ekonomi ataupun gender sebagai standard dalam melihat atau mengevaluasi seseorang? Itulah ketidakdewasaan kita yang membuat kita gagal dalam “menyangkali diri” dan tetap memilih tradisi dan kenyamanan diri kita walaupun hal tersebut berlawanan dengan kehendak Tuhan.


Apakah kita masih memiliki sikap dan prilaku yang memandang muka? Hendaklah kita bertobat dan belajar untuk mengasihi dan menghargai semua orang. Bagaimana caranya? Sederhana, lihat mereka dari kaca mata Kristus yang telah mati bagi mereka sama seperti Kristus yang telah mati bagi kita. 

Tidak ada komentar: