Selasa, 15 Oktober 2013

Tujuan Akhir dari Ujian Iman (Yakobus 1:3)

"Dan biarlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan sesuatu apapun."

Yakobus mengajarkan bahwa tujuan dari ujian iman adalah supaya umat Tuhan dibentuk menjadi umat yang tekun, dan ketekunan itu sendiri akan menjadi sarana yang membuat umat Tuhan menjadi seperti yang Yakobus katakan diatas yakni "matang, sempurna, utuh dan tak kekurangan sesuatu apapun." Apakah yang dimaksudkan Yakobus dengan hal-hal tersebut? Apakah hal-hal tersebut harus dibaca dan diartikan secara harafiah atau hal-hal tersebut merupakan sebuah metafora? Tentu kita harus memahami hal-hal tersebut secara matafora sebab dalam konteks manusia, kita tidak mungkin memahaminya secara harafiah.

Jika demikian, penggambaran yang bagaimanakah yang Yakobus mau perlihatkan terkait dengan tujuan akhir dari ketekunan? salah satu aspek yang kita perlu soroti yang menjadi kunci dalam memahami penggambaran tersebut adalah istilah "sempurna." Apakah yang dimaksudkan dengan istilah tersebut? Tentu, ada beberapa kemungkinan arti dari istilah tersebut. Sempurna bisa menunjuk pada kondisi manusia yang sempurna sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan bagi orang percaya. Di sisi yang lain istilah sempurna bisa juga dipahami sebagai kondisi yang utuh atau terintegrasi secara utuh. Jika kita membaca topik-topik mengenai pelaku dan pendengar firman, iman dan perbuatan, perkataan yang menjadi berkat dan menghancurkan, nampaknya Yakubus banyak berbiacra mengenai integritas kehidupan. Tema ini memang merupakan bagian penting dalam tradisi hikmat, dan Yakobus menuliskan suratnya dalam terang tradisi hikmat. Itulah sebabnya, istilah "sempurna" sebaiknya dipahami sebagai karakter yang utuh dan terintegrasi.

Jadi, tujuan akhir dari ujian iman dari Tuhan yang menghasilkan ketekunan tersebut adalah supaya manusia/umat Tuhan memiliki integritas hidup, memiliki kesatuan yang utuh antara apa yang dia katakan dengan apa yang dia lakukan, antara apa yang dia imani dengan apa yang dia jalani, antara apa yang diiklarkan dan apa yang dikeluarkan melalui perkataan. Dengan demikian kita melihat bahwa integritas itu merupakan sebuah proses yang melibatkan ujian iman dalamnya; dan penderitaan serta kesukaran yang dijinkan Tuhan dapat menjadi sarananya. Hal ini yang membuat Yakobus kemudian menasehatkan supaya orang-orang Kristen bersukacita saat menjalaninya.

Sewaktu saya di seminari sebagai mahasiswa dan mengikuti kuliah bahasa yang dikenal sulit, beberapa orang sering berkata "untuk apa belajar susah-susah bahasa Yunani dan Ibrani, toh nanti juga akan lupa dan kita akan memakai lexicon juga." Mungkin apa yang dikatakan tersebut ada benarnya, bahwa apa yang kita pelajari bisa terlupakan/gampang kita lupakan dan kita akan menggunakan berbagai "tools" yang ada untuk menafsir alkitab. Meskipun demikian proses yang sulit tersebut, ketika dijalani dengan serius dan penuh tanggung jawab akan menghasilkan bukan saja kebiasaan yang baik, namun juga pemahaman yang tertanam dalam alam bawah sadar kita. Coba tanyakan kepada dosen-dosen yang mengajar bahasa Yunani atau Ibrani, bukankah pembelajaran mereka saat kali pertama belajar bahasa Yunani/Ibrani memberikan banyak kontribusi dalam kelas yang mereka ajar sekarang.

Seperti itulah juga dengan ujian iman yang kita harus lewati dari waktu ke waktu; pada saat kita harus menjalaninya mungkin hal tersebut sangat melelahkan bahkan menyakitkan, namun dalam jangka panjang kita akan menuai buahnya yakni sebuah karakter hidup yang utuh; sebuah kualitas hidup yang diharapkan ada dalam diri kita oleh Tuhan saat Ia datang yang kedua kalinya. Sudah bersyukurkah kita dengan apa yang kita sekarang sedang alami?

Tidak ada komentar: