"Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh kedalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan."
Yakobus memberikan nasehat yang untuk sebagian orang barangkali dianggap "tidak waras," mengapa demikian? Sebab Yakobus menasehatkan supaya pembacanya (orang-orang Kristen) berbahagia saat mereka mendapatkan pencobaan atau ujian iman; bagi kebanyakan orang masalah selalu harus dihindari, jadi persoalan bukanlah hal yang, bagi kebanyakan orang, patut disyukuri. Pertanyaannya adalah mengapa Yakobus memberikan nasehat yang seperti itu?
Secara historis, Yakobus sedang menolong jemaat yang dia layani untuk mengerti bahwa pencobaan/ujian iman yang mereka hadapi bukanlah tanpa tujuan. Yakobus menuliskan suratnya disekitar tahun 40 M; di tahun-tahun ini, orang-orang Kristen mulai mengalami masa-masa yang sulit; penganiayaan dari bangsa asing dan permusuhan dari sesama orang Yahudi membawa orang-orang Kristen kepada banyak persoalan. Tentu dalam kondisi yang seperti ini, wajar jika umat Tuhan bertanya, "mengapa kami harus mengalami penderitaan ini, walaupun kami sudah taat kepada Tuhan?"
Sebagai seorang Kristen yang mewarisi pemikiran dan tradisi hikmat, pertanyaan "theodisi" yang dipergumulkan orang-orang Kristen menjadi bagian penting dari pergumulan dan pengajaran Yakobus. Yakobus menjawab pertanyaan "theodisi" tersebut dengan menegaskan bahwa penderitaan yang dialami orang-orang Kristen adalah ujian iman dari Tuhan; dan karena penderitaan mereka adalah ujian iman dari Tuhan, maka penderitaan mereka bukanlah tanpa tujuan; lalu apa yang menjadi tujuan dari pengalaman umat Tuhan dalam kesukaran waktu itu? maka Yakobus menjawab "untuk menghasilkan ketekunan."
Penderitaan adalah bagian dari kemanusiaan kita sejak manusia jatuh dalam dosa; namun tidak semua penderitaan bersifat baik ataupun buruk. Kita harus berhati-hati untuk tidak menjadikan semua penderitaan sebagai "hal yang kita pandang" akan membawa kepada kebaikan; di sisi yang lain, kita juga harus hati-hati untuk tidak melihat semua kesukaran dan penderitaan sebagai pembawa kehancuran dan malapetaka dalam hidup manusia. Yang pasti, hari ini Yakobus mengingatkan kita bahwa ada penderitaan dan kesukaran yang merupakan ujian iman dari Tuhan yang bertujuan untuk membawa kita kepada ketekunan.
W.E. Sangster adalah seorang Jendral yang kemudian menjadi seorang mentri di Kerajaan Inggris yang hidupnya takut akan Tuhan. Meskipun demikian, ia harus mengalami masa-masa yang kelam oleh karena ia menderita satu penyakit yang waktu itu tidak bisa disembuhkan; otot-otot di badannya mengalami gangguan yang membuatnya kehilangan kemampuan untuk mengerakkan anggota-anggota tubuhnya. Dua organ pertama yang mengalami kerusakan adalah kaki dan tenggorokannya; Sangster mulai tidak bisa berjalan dan mulai kehilangan suaranya; meskipun demikian, ia tidak menyerah dan tetap berani melihat apa yang dialaminya dalam Tuhan. itulah sebabnya Sangster kemudian mencurahkan waktunya dan tenaganya untuk berdoa dan melayani Tuhan melalui tulisan; ia mengkoordinir jaringan doa di Inggris sampai akhir hayatnya.
Sangster melewati ujian akhir hidupnya dengan baik; ia memang tidak menjadi sembuh dari penyakitnya, namun ia menjadi seorang yang tekun dalam Tuhan. Di mata manusia, Sangster mungkin gagal, namun dimata Tuhan, ia telah menyelesaikan perlombaan sampai garis akhir dan ia telah setia. Bagaimana dengan kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar