Minggu, 10 November 2013

Belas Kasihan Dan Penghakiman (Yakobus 2:12-13)

“Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang akan memerdekakan orang. Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang-orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman.” (Yakobus 2:12-13)

Yakobus menasehatkan jemaat yang dilayaninya supaya mereka menjaga kehidupan mereka dengan baik seperti orang-orang yang akan dihakimi/dinilai oleh Tuhan. Ada dua aspek dari kehidupan kita yang perlu untuk diperhatikan yakni aspek kesucian dan belas kasihan. Walaupun dalam teks yang hari ini kita baca, Yakobus tidak membicarakan mengenai aspek kesucian, namun bukan berarti hal tersebut tidak penting; kesucian dan kesalehan hidup merupakan hal yang harus kita pertanggung jawabkan saat Tuhan menghakimi kita. Aspek lain yang tidak kalah penting adalah aspek kebaikan hidup; inilah yang menjadi fokus dari Yakobus, dan ia menegaskan supaya jemaat Tuhan belajar untuk menjadi umat yang kaya dengan belas kasihan.

Yakobus mengingatkan bahwa penghakiman yang tak berbelas kasihan (penghukuman) tersedia bagi orang-orang yang tidak mempunyai belas kasihan; sebaliknya orang-orang yang hidup dalam belas kasihan ia akan menang atas penghakiman. Tentu yang dimaksudkan Yakobus di sini adalah orang yang berbelas kasihan akan dinyatakan sebagai orang benar saat hari penghakiman nanti. Apakah dengan demikian, Yakobus mengajarkan bahwa manusia pada akhirnya akan dibenarkan Tuhan karena “perbuatan baiknya?” Tentu tidak demikian, kita harus memahami bahwa dalam ajaran iman Kristen, iman dan kemurahan hati merupakan kesatuan; iman yang menyelamatkan selalu melahirkan buah-buah iman dan buah-buah iman itu salah satunya adalah belas kasihan dan kemurahan hati. Seseorang yang berkata bahwa ia mempunyai iman yang sejati namun tidak memiliki belas kasihan dan kemurahan hati pastilah ia seorang pembohong sebab melalui buahnyalah kita dapat melihat kesejatiaan kualitas pohonnya.

Jadi, menjadi orang Kristen itu haruslah penuh belas kasihan dan kemurahan hati. Apakah menjadi orang Kristen yang penuh belas kasiihan dan kemurahan jati berarti kita harus jadi orang Kristen yang suka menyumbang dan memberi kepada orang lain? Bagaimana seandainya kita dalam keadaan yang tidak mampu dan sulit untuk memberi? Memberi sebenarnya adalah salah satu bentuk saja dari belas kasihan dan kemurahan hati; ada berbagai bentuk dari belas kasihan dan kemurahan hati.

Ada seorang Kristen yang satu kali berjalan-jalan di satu daerah; saat dia sedang berjalan disana, ia melihat ada seorang tuna wisma yang sedang duduk di emperan sebuah toko; apakah yang terjadi saat orang Kristen tersebut melihat ke arah tuna wisma tersebut dan kebetulan tuna wisma tersebut melihat ke arah dia juga? Maka orang Kristen itu menganggukkan kepalanya dan memberikan senyum untuk memperlihatkan sapaannya kepada tuna wisma tersebut. Setelah beberapa tahun berlalu, orang Kristen tersebut kembali berjalan- jalan di area yang sama, namun kali ini ia tidak menemukan tuna wisma itu lagi; pada saat ia beribadah di salah satu gereja di kota tersebut, tanpa sengaja ia bertemu dengan tuna wisma yang dulu ia pernah temui. Orang tersebut telah berubah, ia kemudian bercerita bahwa pengalaman di jalan ketika ia bertemu dengan orang Kristen tersebut telah mengubahkan dirinya; ia berkata bahwa selama ini ia merasa tidak ada yang memperlakukan dirinya sebagai manusia; banyak orang yang saat bertatapan mata dengan tuna wisma ini kemudian memalingkan wajahnya seolah-olah ‘tidak mau melihatnya,” namun saat orang Kristen tersebut memandangnya dan ia menganggukkan wajahnya dan memberikan senyuman, tuna wisma tersebut merasa diperlakukan sebagai manusia dan ia merasa dirinya masih seorang manusia, hal itulah yang membuatnya kemudian bangkit dari keterpurukannya.


Coba lihat, menunjukkan belas kasihan dan kemurahan hati memiliki berbagai bentuk; jika kita bisa memberi, maka belajarlah memberi, tunjukkanlah belas kasihan dengan pemberiaan. Jika kita tidak bisa memberi, tidak berarti kita kemudian tidak bisa menjadi orang yang penuh belas kasihan dan kemurahan; kita masih memiliki mata, tangan, mulut yang semuanya dapat kita gunakan untuk menyatakan belas kasihan dan kemurahan Tuhan bagi sesama kita.

Tidak ada komentar: