Kamis, 21 November 2013

Bahaya Lidah (Yakobus 3:7-8)

"Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang menjalar dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia, tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." 

Setelah Yakobus membicarakan mengenai persoalan lidah sebagai hal yang serius dalam ayat 5-6, sekarang Yakobus berbicara mengenai aspek yang sama namun dengan penggambaran yang berbeda. Ia membandingkan antara buasnya lidah dengan binatang termasuk binatang buas; Yakobus melihat bahwa semua binatang termasuk binatang buas dapat dan telah ditaklukkan oleh manusia. Namun tidak seorang pun sanggung menaklukkan lidah. Dengan kata lain, Yakobus hendak menggambarkan bahwa lidah jauh lebih buas dari segala binatang buas dan tidak seorang pun manusia bisa menaklukkannya.

Selain tidak terkendalikan kebuasannya, Yakobus juga mengatakan bahwa ia penuh dengan racun yang mematikan. Hal ini berarti lidah itu dapat menghancurkan baik diri sendiri ataupun hidup orang lain. Apa yang Yakobus katakan benar sebab dalam kenyataannya perkataan itu dapat melukai seseorang lebih dalam dari pada luka fisik; jika seseorang terluka secara fisik, misalnya saja mengalami tabrakan, pada umumnya luka tersebut (jika bukan luka permanen) akan sembuh dalam satu jangka waktu yang tidak terlalu lama, namun jika kita mengalami luka hati, karena perkataan keras atau kejam dari seseorang, maka sakit dari luka tersebut bisa kita rasakan seumur hidup kita.

Ada seorang pendeta yang dalam pelayanan mengalami kepahitan yang sangat mendalam. Pendeta ini melayani dalam sebuah gereja dengan sepenuh hati dan ia rela berkorban banyak hal demi gerejanya. Meskipun demikian, oleh karena gereja tempat ia melayani memiliki persoalan dengan cara pandang mereka terhadap orang-orang yang melayani penuh waktu, maka pendeta ini diperlakukan seperti seorang karyawan. Satu kali dalam sebuah pertemuan, seorang pengurus gereja berkata kepada pendeta tersebut "bapak kan disini seperti pegawai, sedangkan kami adalah seperti atasan bapak," Perkataan tersebut begitu menyakitkan hati sang pendeta, sebab ia tidak pernah menyangka bahwa panggilannya dalam melayani Tuhan di gereja tersebut tidak dilihat oleh pengurus gereja, malah ia dikatakan sebagai pegawai/karyawan gereja.

Itulah bahaya dari sebuah perkataan; seperti yang Yakobus katakan, hal tersebut dapat menjadi seperti racun yang mematikan kehidupan orang lain. Celakanya adalah semua kita memiliki persoalan yang sama bahwa kita tidak mampu mengendalikan lidah kita; jadi bisa kita bayangkan seberapa banyak orang yang pernah terluka oleh perkataan kita. Mari kita minta ampun kepada Tuhan karena ada begitu banyak orang yang pernah terluka karena perkataan kita; jika memungkinkan, mintalah juga maaf kepada orang-orang yang kita tahu pernah kita luka melalui perkataan kita.

Tidak ada komentar: